BANDUNG, iNews.id - Dalam situasi mendesak atau darurat, pemerintah Indonesia bisa memproduksi vaksin tanpa izin dari pemilik paten. Hal itu diatur dalam Pasal 109 ayat 3 huruf b Undang-undang Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten.
Pernyataan itu disampaikan Guru Besar Departemen Hukum Teknologi Informasi dan Hak Kekayaan Intelektual (Haki) Unpad Ahmad Ramli saat menjadi pembicara dalam webinar yang digelar Ikatan Alumni Fakultas Hukum Unpad, Kamis (24/6/2021).
Webinar IKA FH Unpad ini selain mahasiswa dan praktisi hak kekayaan intelektual, juga diikuti Rektor Unpad Nina Indiastuti, Direktur Paten dan Rahasia Dagang pada Ditjen HKI Kemenkum HAM Ranti Fauza Mayana, dosen Fakultas Hukum Unpad, dan dimoderatori oleh Tasya Safiranita, dosen Fakultas Hukum Unpad.
Ahmad Ramli melontarkan penyataan itu untuk menjawab pertanyaan tentang ketika vaksin Covid-19 dipatenkan, apakah bakal jadi barang mahal dan bisakah pemerintah sebagai pemegang kebijakan memproduksi vaksin Covid-19 tanpa izin?
"Pemerintah berwenang memproduksi vaksin tanpa izin pemilik paten dalam keadaan mendesak berdasarkan Pasal 109 ayat (3) huruf b Undang-undang Paten," kata Ahmad Ramli.
Sedangkan Guru Besar Hak Kekayaan Intelektual Unpad Eddy Damian mengatakan, selain menggunakan dasar hukum Undang-undang Paten, Kepres Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19 juga bisa jadi acuan untuk memproduksi vaksin tanpa terganjal hak paten.
"Dengan adanya Keppres Nomor 11 Tahun 2020, maka pemerintah seharusnya bisa memproduksi vaksin tanpa membayar royalti kepada pemilik hak paten," kata Eddy.
Dosen Fakultas Hukum Unpad Ranti Fauza Mayana mengatakan, Undang-undang Paten sudah mengatur situasi darurat yang belum diperkirakan sebelumnya. Termasuk penggunaan hak paten di tengah situasi darurat yang diatur dalam Perpres Nomor 77 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah.
"Jadi pelaksanaan paten oleh pemerintah karena kebutuhan mendesak mencakup produk farmasi yang harganya mahal, diperlukan untuk menanggulangi penyakit yang mengakibatkan kematian mendadak hingga meresahkan dunia," kata Ranti.
Istilahnya, ujar Ranti, disebut government use yang digunakan saat darurat kesehatan, darurat ketahanan pangan, darurat bencana hama dan bencana alam lingkungan.
Dalam webinar, Direktur Operasional PT Bio Farma Rahman Roestan berbagi pengalaman terkait pembuatan vaksin berkaitan dengan hak paten saat merebak flu burung. Waktu di Jenewa, dalam kasus flu burung, PT Bio Farma mampu memproduksi vaksin flu burung asal patennya dibebaskan.
"Saat itu, industri besar melindungi hasil penelitiannya saat produk dikirim ke berbagai negara terdampak. Indonesia hanya di awal saja lalu berhenti. Tapi karena saat ini sudah pandemi global, ini (produsen vaksin) sudah saling berbagi," kata Rahman Roestan.
Saat ini, ujar Rahman, platform teknologi pembuatan vaksin saja yang berbeda. "Sehingga perlu didampingi dengan kesepakatan global bersama. Jadi menurut saya, sekarang saatnya berbagi," ujarnya.
Direktur Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kemenkum HAM Freddy Harris menyatakan, pemerintah mendukung PT Bio Farma segera memproduksi vaksin. "Namun tidak hanya vaksin, kami juga mendukung memproduksi obat untuk mengurangi keterpaparan virus," kata Freddy Harris yang hadir dalam webinar sebagai keynote speaker.
Rizky A Adiwilaga selaku Penasihat Senior Bidang Hukum dan Hak Kekayaan Intelektual LPIK Institut Teknologi Bandung (ITB) mengemukakan, saat ini sudah ada 21 penemuan terkait pandemi Covid-19. Salah satunya, temuan teknologi ventilator untuk pasien penderita Covid-19.
Sementara itu, Ketua IKA FH Unpad Yudhi Wibisana mengatakan, produsen vaksin Covid-19 di berbagai negara saat ini berjibaku memproduksi sebanyak mungkin vaksin untuk mengakhiri pandemi untuk mewujudkan herd immunity atau kekebalan komunal.
Sinovac dari China, kata Yudhi, jadi vaksin pertama yang diproduksi di masa pandemi. Saat ini, penggunaan vaksin harus melalui sejumlah tahapan uji klinis kemudian hasilnya dengan dasar penggunaan darurat.
Vaksin jadi penemuan penting dalam dua tahun terakhir terkait pencegahan penularan Covid-19. Sebagai penemuan penting, aturan hak kekayaan intelektual khususnya di bidang paten jadi melekat.
"Vaksin Covid-19 yang diproduksi saat ini, diakui banyak pihak membutuhkan biaya tidak sedikit. Belum lagi, urusan soal penghargaan terhadap penemu atau inventor vaksin itu sendiri," kata Yudhi.
Dengan kondisi itu, karena Indonesia meratifikasi perjanjian TRIPs, sebuah konvensi internasional di bidang hak kekayaan intelektual, sejumlah pihak mulai menyoal tentang ketentuan terkait hak paten oleh pemerintah.
Dalam kondisi demikian, adakah kemungkinan bagi pemerintah untuk memproduksi vaksin yang saat ini hak eksklusifnya masih dipegang para inventor dari luar negeri?
"Kami berharap, dengan berkumpulnya para pakar hak kekayaan intelektual dan rahasia dagang dapat membawa hasil terbaik yang bisa jadi masukan untuk pemerintah dalam mempertimbangkan klausul government use dalam produksi vaksin demi kepentingan publik," ujar Yudhi.
Editor : Agus Warsudi
Vaksin sinovac Produksi vaksin Covid-19 Distribusi vaksin Covid vaksin covid-19 ika unpad Guru Besar Unpad Rektor Unpad unpad Unpad Bandung
Artikel Terkait