Herry Wirawan, terdakwa kasus pemerkosaan di dalam mobil tahanan Kejari Bandung. (FOTO: iNews/ERVAN DAVID)

BANDUNG, iNews.id - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) meminta hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung yang akan menyindangkan upaya hukum banding atas vonis Herry Wirawan, pemerkosa 13 santriwati, lebih jeli dalam menjatuhkan putusan terkait restitusi atau ganti rugi. LPSK tak ingin restitusi yang merupakan tanggung jawab Herry, justru dibebankan kepada negara.

"Kajati Jabar sudah sebut banding. Jadi ada kajian agar bisa diputuskan lebih baik. Tapi bukan berarti kemarin (vonis majelis hakim PN Bandung) jelek, tapi (putusan banding diharapkan) lebih diterima semua pihak. Putusan hakim bentuk upaya memberikan keadilan bagi korban," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo di Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (24/2/2022).

Hasto Atmojo Suryo menyatakan, vonis hakim terhadap terdakwa Herry Wirawan mengenai restitusi yang dibebankan pada negara, menjadi perdebatan publik. 

"Hukuman restitusi seharusnya dibebankan kepada pelaku. Jadi tidak bisa kepada orang lain atau pihak ketiga. Itu (restitusi) punya korelasi dengan (kejahatan) si tersangka jadi tidak dibebankan kepada negara," ujar Hasto.

Ketua LPSK menuturkan, vonis yang dibebankan kepada negara, bukan restitusi melainkan biaya kompensasi. Sedangkan, kasus Herry Wirawan, predator seks 13 santriwati, tidak memiliki dasar kuat untuk mendapatkan kompensasi dan jadi dibebankan kepada negara. 

"Kalau dibebankan pada negara itu artinya kompensasi. Sementara hal itu (kompensasi) diatur dalam undang-undang baru tindak pidana terorisme dan tindak pidana pelanggaran HAM berat," tutur Ketua LPSK.

Hasto Atmojo Suryo mengatkaan, vonis hakim PN Bandung soal restitusi yang seharusnya tanggung jawab Herry Wirawan justru dibebankan kepada negara yang dalam vonis disebutkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), jadi perbincangan akademisi, pemerhati, dan masyarakat luas. 

Dalam undang-undang hukum pidana di Indonesia, tutur Ketua LPSK, jika terdakwa mendapatkan hukuman maksimal itu kemungkinan tidak bisa diberi hukuman tambahan. 

"Jadi restitusi seharusnya ditetapkan sebagai bagian dari hukuman pokok dan dibebankan kepada pelaku. Namun itu sulit dilakukan karenanya ini (aturan terpidana yang dihukum maksimal tidak bisa diberi hukuman tambahan). Tentu ibu Menteri PPPK, ibu Bintang (Bintang Puspayoga) pusing, karena dasar membayar (restitusi) apa?" ucap Hasto.

Diberitakan sebelumnya, tim jaksa penuntut umum (JPU) resmi mengajukan banding atas vonis Herry Wirawan pada Senin (21/2/2022). Selain berupaya agar predator seks anak itu dihukum mati, JPU juga meminta majelis hakim membebankan restitusi atau ganti rugi Rp331 juta kepada terpidana, bukan negara.

Pernyataan tersebut disampaikan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar Asep N Mulyana kepada wartawan di Kantor Kejati Jabar, Jalan RE Martadinata, Kota Bandung, Selasa (22/2/2022). "Kami juga melakukan upaya hukum terkait dengan pembebanan restitusi," kata Kajati Jabar.

Asep N Mulyana menyatakan, restitusi kasus asusila berbeda dengan kompensasi. Sehingga, keliru bila restitusi dibebankan ke negara. Restitusi harus dibayar oleh Herry selaku terpidana.

"Kalau restitusi dibebankan kepada negara, ini seolah-olah negara yang salah. Seolah, nanti akan menciptakan (anggapan), pelaku-pelaku lain kalau berbuat kejahatan, itu (restitusi) negara yang menanggung," ujar Asep N Mulyana. 

Diberitakan sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung membebankan restitusi atau ganti rugi Rp331.527.186 kepada negara, dalam hal ini Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) bukan Herry Wirawan. 

Pertimbangannya, terpidana Herry Wirawan tak bisa dapat dibebani hukuman membayar restitusi karena sudah divonis seumur hidup.

"Keseluruhan restitusi bagi korban berjumlah Rp331.527.186 dibebankan kepada Kemen PPPA," kata ketua majelis hakim Yohanes Purnomo Suryo dalam amar putusannya di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan RE Martadinata, Kota Bandung, Selasa (15/2/2021).

Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) I Gusti Ayu BintanG Darmawati Puspayoga mengatakan, terkait putusan hHakim yang menetapkan restitusi dibebankan kepada negara, tidak memiliki dasar hukum. Sebab, dalam kasus ini, Kemen PPPA tidak dapat menjadi pihak ketiga yang menanggung restitusi. 

Namun, Kemen PPPA masih menunggu putusan incracht (berkekuatan hukum tetap). Saat ini, Kemen PPPA akan membahas masalah restitusi itu dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

"Merujuk pada Pasal 1 UU 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yang dimaksud dengan Restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada Korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga. Restitusi tidak dibebankan kepada negara," kata Bintang Puspayoga.


Editor : Agus Warsudi

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network