BANDUNG, iNews.id - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengapresiasi Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri tentang penggunaan seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah negeri jenjang pendidikan dasar dan menengah. SKB 3 Menteri itu salah satunya mengatur tentang murid dan guru di sekolah negeri yang berhak memilih seragam yang dikenakan.
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan, SKB yang ditandatangani Mendikbud Nadiem Makarim, Mendagri Tito Karnavian, dan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas tersebut menjawab sekaligus menghentikan berbagai polemik yang selama ini terjadi di sejumlah daerah.
"Selama ini muncul berbagai aturan di daerah terkait seragam di lingkungan sekolah bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan yang dinilai cenderung diskriminatif dan intoleran di sekolah-sekolah negeri yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah,” kata Retno dalam keterangan resminya, Sabtu (6/2/2021).
Dalam ketentuan pada SKB 3 Menteri, ujar Retno, peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan berhak memilih antara seragam sekolah dan atribut tanpa kekhususan agama atau dengan kekhususan agama.
Pemerintah Daerah dan sekolah tidak boleh lagi mewajibkan dan atau melarang seragam dan stribut dengan kekhususan agama. Namun, khusus peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di Provinsi Nanggroë Aceh Darussalam (NAD) dikecualikan dari ketentuan peraturan perundang-undangan terkait pemerintahan NAD.
Menurut Retno, ketentuan peserta didik dan pendidik berhak memilih seragam sekolah dan atribut tanpa kehususan agama atau dengan kekhususan agama merupakan perwujudan dari hak asasi individu sesuai keyakinan pribadinya.
"Hal ini penting ditekankan, karena melarang menggunakan dan mewajibkan menggunakan, semua melanggar hak asasi manusia (HAM). Padahal pendidikan harus diselenggarakan secara demokratis, berkeadilan, nondiskriminatif, dan menjunjung tinggi HAM,” ujar Retno.
Retno menuturkan, menggunakan penutup aurat bagi muslimah kewajiban. Namun caranya dalam prinsip mendidik, tidak dapat dilakukan dengan paksaan, harus dengan membangun kesadaran terutama bagi anak-anak.
"Berikan pengetahuan, edukasi dan contoh (model) terlebih dahulu, sehingga anak memiliki kesadaran pribadi tanpa merasa terpaksa melakukannya dan benar-benar yakin saat memutuskan menggunakannya. Jadi, tidak dipandang hanya sekadar seragam, tapi mereka menyadari makna mengapa harus menutup aurat,” tuturnya.
Harus Ada Pembinaan dan Sanksi Tegas sebagai Penegakan Aturan KPAI mendukung adanya pembinaan selain sanksi tegas dalam penerapan aturan SKB 3 Menteri tersebut. Apalagi Indonesia merupakan negara yang berdasarkan hukum.
Mengingat, dalam SKB 3 Menteri, sekolah-sekolah dan daerah yang memiliki aturan bertentangan dengan SKB 3 Menteri tersebut, diharuskan mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama paling lama 30 (tigapuluh) hari kerja sejak keputusan bersama tersebut ditetapkan.
Namun, sebelum memberikan sanksi tegas, kata Retno, KPAI mendorong para pendidik dan Kepala Sekolah wajib diberikan dulu sosialisasi sekaligus pemahaman terkait ketentuan peraturan perundangan lain yang mengharuskan sekolah-sekolah negeri menyemai keberagaman, menguatkan persatuan, mewujudkan nilai-nilai Pancasila, dan menjunjung tinggi HAM.
"Harus diberikan pengetahuan juga tentang hirarki peraturan perundangan, bahwa aturan di level sekolah dan daerah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan di atasnya,” kata Retno.
Jika terjadi pelanggaran dalam ketentuan dalam SKB 3 Menteri tersebut, ujarnya, diatur ketentuan pihak yang dapat memberikan sanksi. Sanksi diberikan secara berjenjang, tergantung siapa yang melakukan pelanggaran, di level mana pelanggaran tersebut terjadi.
Jika yang melakukan pelanggaran adalah pihak sekolah (kepala sekolah, pendidik atau tenaga kependidikan), maka yang berhak menjatuhkan sanksi adalah pemerintah daerah.
Ketika yang melakukan pelanggaran adalah pemerintah daerah (kabupaten/kota), yang akan memberikan sanksi adalah gubenur. Jika pelaku pelanggaran adalah Gubenur, yang berhak memberikan sanksi adalah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Tindak lanjut atas pelanggaran SKB 3 Menteri akan diterapkan sesuai mekanisme yang berlaku.
Sedangkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) dalam ketentuan SKB 3 Menteri juga dapat memberikan sanksi kepada sekolah terkait pemberian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan bantuan pemerintah lainnya.
Hal ini, ujarnya, memang kewenangan Kemdikbud yang dapat digunakan untuk memberikan tekanan dan sanksi kepada pihak sekolah yang membandel, tidak mematuhi SKB 3 Menteri, meskipun ada plus minusnya.
"Misalnya, peserta didik yang bersekolah di tempat tersebut menjadi terdampak dalam pelayanan proses pembelajaran di sekolah yang berkualitas dan berkeadilan karena adanya penghentian bantuan pendanaan,” ujar Retno.
Editor : Agus Warsudi
kemenag gus yaqut menteri agama kemendagri Mendagri Tito Karnavian mendikbud kemendikbud mendikbud nadiem makarim seragam sekolah pemakaian seragam sekolah
Artikel Terkait