Candi Cangkuang, Kampung Pulo, Desa Cangkuang, Kecamatan Leles, Garut. (FOTO: Tripadvor)

Kedua, faktor yang menyebabkan masyarakat Sunda kuno tidak memiliki candi sebagai tempat pemujaan, yaitu karena keagamaan atau sistem kepercayaan. Masyarakat Sunda kuno tidak mengenal agama Hindu dan Buddha secara utuh dan menyeluruh. 

Mereka hanya mengenal hakikat atau konsep tertinggi keagamaan berupa satu zat yang tak terindra. Masyarakat Sunda menyebutnya sebagai Sang Hyang Jati Niskawa atau Jati Raga atau Jati Nistemenen.

Artinya, Sang Hyang Jati Tunggal atau Tuhan Yang Maha Esa. Ada pun dewa-dewa dalam kepercayaan Hindu dan Buddha, hanya dianggap sebagai Hyang yang kedudukannya berada di bawah zat tertinggi dan tidak terindra tersebut.

Sistem kepercayaan ini disebut Sunda Wiwitan. Bahkan, Sunda Wiwitan masih dipeluk dan ritualanya dipraktikkan oleh masyarakat Sunda sampai saat ini. Yang paling dikenal adalah pengamal Sunda Wiwitan di Cigugur, Kabupaten Kuningan.

Fondasi kepercayaan Sunda Wiwitan adalah keyakinan terhadap Sang Hyang Jati Tunggal atau Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan ada tetapi tidak terindrara. Karena itu, masyarakat Sunda penganut kepercayaan Sunda Wiwitan tidak mengenal bangunan-bangunan pemujaan simbolik seperti candi, patung, dan lain-lain.


Editor : Agus Warsudi

Halaman Selanjutnya
Halaman :
1 2 3 4 5 6
BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network