BANDUNG, iNews.id - Alokasi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk pendidikan sebesar 20 persen dipertanyakan sejumlah organisasi guru. Hingga kini banyak guru yang hidup serba kesulitan akibat honor yang terlalu rendah.
Perwakilan Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI) Sumarni menyatakan, muara kesejahteraan guru berasal dari 20 persen APBN. Namun selama ini anggaran tersebut tidak hanya digunakan oleh Kemendikbudristek melainkan juga kementerian lain.
“Kalau alokasi itu bisa difokuskan untuk Kemendikbudristek, maka kesejahteraan guru se-Indonesia ini akan terpenuhi. Hendaklah dari Kemendikbudristek itu mengusulkan untuk mengembalikan anggaran 20 persen APBN itu hanya untuk Kemendikbudristek,” kata Sumarni, Selasa (20/9/2022).
Dia pun merespons rencana penghapusan TPG. “Secara umum kami mendukung dengan usulan perubahan yang diusulkan Kemendikbudristek. Namun jangan sampai perubahan tersebut menjerat kita. Untuk itu kami tidak setuju kalau TPG dihapuskan,” ujar Sumarni.
Dia mengusulkan, TPG bisa diubah kriteria penerimanya. Misalnya diberikan untuk guru yang telah melewati masa tugas sekian tahun.
Hal itu sampaikan para guru saat hadir pada focus group discussion (FGD) dengan Kemendikbud ristek. Mereka mewakili Komunitas Guru Belajar Nusantara (KGBN), Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia (AKSI), Komunitas Pemimpin Belajar Nusantara (KPBN), Jaringan Sekolah Madrasah Belajar (JSMB), Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu), Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI), dan Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (HIMPAUDI).
Perwakilan Pergunu Achmad Zuhri menyoroti UU yang akan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan guru. Dia menjelaskan, guru ingin dianggap sebagai profesional atau spesialis.
"Apabila dikaitkan dengan UU Ketenagakerjaan, maka guru disamakan dengan buruh. Hal ini akan menimbulkan keributan," katanya.
Sementara itu, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Anindito Aditomo menjelaskan, salah satu urgensi RUU Sisdiknas ialah menyelesaikan persoalan kesejahteraan guru. Nino menerangkan, saat ini masih ada 1,6 juta guru yang harus antre bertahun-tahun untuk mendapatkan PPG. Sehingga Kemendikbudristek berusaha mencari solusi yang bisa terwujud melalui RUU Sisdiknas.
Solusi tersebut, jelas Nino, salah satunya melalui kenaikan tunjangan fungsional guru yang diatur melalui UU Aparatur Sipil Negara (ASN) dan UU Ketenagakerjaan. Guru yang berstatus ASN akan menerima tunjangan melalui peningkatan jabatan fungsional guru. Sedangkan guru non-ASN mendapat peningkatan pendapatan melalui alokasi dan kenaikan dana BOS. Peningkatan penghasilan guru harus masuk menjadi prioritas penggunaan dana BOS.
“Konsep tunjangan jabatan fungsional dan peningkatan dana BOS beda dengan TPG. TPG itu entitlement. Sekali dapat berhak dapat sampai pensiun. Kalau tunjangan jabatan fungsional ada ikatan kinerjanya,” kata juru bicara utama Kemendikbudristek untuk urusan RUU Sisdiknas itu.
Editor : Asep Supiandi
Artikel Terkait