Sebelum kejadian itu, ada perjanjian lisan antara pemerintah dengan warga bahwa pengelolaan sampah di TPA Leuwigajah itu seperti 'kucing berak'.
Filosofinya adalah ketika sudah membuang kotoran (sampah) lalu dilakukan penimbunan dengan pasir atau tanah. Namun sampah hanya dibuang dan dibiarkan, sehingga menyebabkan longsor gunungan sampah.
"Sekarang ini tidak perlu mencari siapa yang salah karena peristiwa mengerikan itu sudah terjadi. Tinggal bagaimana ke depan jangan terjadi lagi di daerah lain," ujar dia.
Setelah 18 tahun berlalu, tutur Abah Widi, eks TPA Leuwigajah sudah menjadi lahan hijau yang bermanfaat bagi warga sekitar karena dijadikan lahan pertanian seperti ditanam singkong dan yang lainnya.
Masyarakat adat Cireundeu akan mendukung langkah pemerintah dalam mengelola lahan eks TPA Leuwigajah, asalkan bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Editor : Agus Warsudi
Artikel Terkait