get app
inews
Aa Text
Read Next : Wakil Dekan Fikom Unisba: Tular Nalar bagi Milenial dan Gen Z Bisa Tepis Hoaks Pemilu 2024

Upaya Wujudkan Pemilu 2024 Damai, Kemenkominfo Bentuk Satgas Antihoaks

Kamis, 14 Desember 2023 - 15:33:00 WIB
Upaya Wujudkan Pemilu 2024 Damai, Kemenkominfo Bentuk Satgas Antihoaks
Menkominfo Budi Arie Setiadi. (Foto: dok Antara)

BANDUNG, iNews.id - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengampanyekan Pemilu Damai 2024 dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Antihoaks. Satgas ini bertugas mrmberikan penjelasan dan klarifikasi atas berita hoaks yang beredar, terutama di media sosial (medsos)

“Kami sudah membentuk Satgas Antihoaks di Kominfo. Tugas kami adalah melakukan penjelasan ke masyarakat. Nanti semua berita-berita palsu atau bohong itu kami stempelin hoaks,” kata Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi di Kantor Kementerian Kominfo, Jakarta Pusat, Kamis (14/12/2023).

Menteri Budi Arie menyatakan, arahan kepada Satgas Anti Hoaks agar setiap informasi keliru baik berkategori hoaks, disinformasi, maupun misinformasi semuanya dilabeli stempel hoaks.“Saya sudah instruksikan ke Satgas Antihoaks, tidak usah dibeda-bedakan, mana disinformasi, misinformasi, dan malinformasi. Langsung saja semua distempelin hoaks biar publik gampang nangkep-nya,” ujar Budi Arie.

Menkominfo menututkan, kenetralan institusi Kemenkominfo dalam menindak pelaku penyebaran hoaks sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal itu sejalan dengan peran strategis Kemenkominfo dalam menjaga ruang digital selama Pemilu 2024 berlangsung. “Kami di Kominfo netral, siapa pun kandidatnya, siapa pun partainya kalau difitnah bisa melaporkan kepada kami,” tutur Menkominfo.

Soal proses hukum, kata Budi Arie, Indonesia memiliki peraturan perundang-undangan, seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (UU KUHP). “Kalau soal hukumnya, kita mengacu kepada peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Pokoknya kalau melanggar hukum, kami serahkan ke penegak hukum,” ucap Budi Arie.

Menkominfo menyatakan, sebanyak 96 temuan isu hoaks tentang pemilu teridentifikasi dan terklarifikasi oleh Kemenkominfo sepanjang 17 Juli-26 November 2023 lalu. "Hoaks ini masuk ke isu-isu tersebut, dan tersebar dalam 355 konten hoaks di mana kementerian sudah melakukan take down terhadap 290 konten," ujar Menkominfo. 

Penindakan itu, tutur Budi Arie, merupakan salah satu bentuk implementasi nota kesepahaman dan perjanjian kerja sama antara Kemenkominfo, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Selain itu, Kemenkominfo menyiapkan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) dengan alokasi 38 Ghz VCPU (Virtual Central Processing Unit), 84 GB memory, dan 5,99 TB storage. “Apabila diperlukan, Bawaslu dapat mengajukan permohonan penambahan kapasitas,” kata Budi.

Untuk kerja sama dengan DKPP, Kemenkominfo menyiapkan PDNS sebagai infrastruktur kebutuhan database dan server aplikasi Sistem Informasi Kode Etik Penyelenggaraan Pemilu (Sietik). Aplikasi tersebut disiapkan untuk menerima laporan pelanggaran kode etik penyelenggaraan pemilu yang dilakukan oleh anggota KPU, Bawaslu, serta unsur penyelenggara pemilu lainnya.

Di samping itu, Kemenkominfo menyediakan akses internet di 14.351 lokasi layanan publik di seluruh Tanah Air hingga ke daerah-daerah terpencil untuk diseminasi informasi mengenai pemilu damai. Terkait dengan upaya mewujudkan pemilu damai, Kemenkominfo siap menjalin kerja sama dengan berbagai platform pemberitaan demi memastikan terselenggaranya Pemilu Damai 2024.

Budi mengatakan, upaya itu merupakan salah satu dari beberapa strategi yang disiapkan pemerintah sepanjang masa kampanye kontestasi politik di Tanah Air. “Hal yang tidak kalah penting adalah kerja sama dengan media baik televisi, online, radio, platform digital untuk menyampaikan pesan mengenai pemilu damai,” ucap Budi Arie.

Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam) Heri Wiranto mengingatkan masyarakat terkait potensi penyebaran hoaks selama masa kampanye Pemilu 2024.

"Pengalaman pada Pemilu 2019 yang lalu, bahwa mayoritas berita hoaks pada pilpres memiliki konten yang merujuk pada tindakan provokasi," kata Heri dalam rapat koordinasi bertema "Menjaga Stabilitas Politik, Hukum, dan Keamanan pada Tahapan Pemilu 2024" awal Desember 2023 lalu. 

Heri mengatakan, konten hoaks pada Pemilu 2019 terdiri atas 45 persen provokasi, 40 persen propaganda, dan sisanya berupa kritik. "Diprediksi pada pemilu kali ini juga akan semakin meningkat yang dapat menimbulkan kebingungan masyarakat dan dapat memengaruhi jalannya pemilu serta pemilihan yang demokratis, karena bisa berpotensi memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa," kata Heri.

Heri menyatakan, penyebaran hoaks di masyarakat juga berpotensi melahirkan polarisasi di masyarakat jika tidak diantisipasi. Penyebaran hoaks melalui media sosial berpengaruh terhadap persepsi pemilih muda yang memegang peranan penting dalam Pemilu 2024.

"Generasi milenial dan generasi Z mendominasi pemilik suara Pemilu 2024, yakni kalau ditotal sekitar 56,45 persen dari total keseluruhan pemilih. Sehingga, partisipasi pemilih dari kalangan anak muda sangat memengaruhi keberlangsungan demokrasi Indonesia," ujar Heri.

Besarnya kuantitas pemilih muda generasi milenial dan generasi Z, kata Heri, membuat partisipasi kelompok ini sangat diperlukan. "Untuk itu, kami perlu mendorong agar masyarakat bijak dalam menggunakan media sosial, penyebaran informasi yang positif, dan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tidak berlebihan dalam mendukung pasangan calon," tutur Heri.

Implementasi tiga tindakan tersebut juga dapat mengantisipasi timbulnya berbagai gejolak yang berpotensi menimbulkan polarisasi di masyarakat, seperti terjadi pada Pemilu 2019. Selain penyebaran hoaks, beberapa hal lain juga berpotensi terjadi selama periode kampanye yang dapat mengganggu tahapan Pemilu 2024.

"Dalam proses kampanye ini, banyak potensi kerawanan yang dapat mengganggu jalannya proses demokrasi, salah satu isu yang cukup menonjol adalah penyebaran berita bohong atau hoaks, ujaran kebencian, dan kampanye hitam," ujar Heri.

"Itu kan beda pendapat saja. Kalau beda pendapat, beda pilihan itu beda referensi gak papa. Itu dinamika biasa. Apalagi demokrasi membolehkan berbeda pendapat. Kalau buat kami yang gak boleh itu hoaks fitnah, ujaran kebencian, dan merendahkan martabat orang lain," tutur dia.

Editor: Agus Warsudi

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut