Suap Izin RS Kasih Bunda Cimahi Rp1,6 Miliar Diterima Ajay Dalam 5 Tahap

JAKARTA, iNews.id - Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna diduga menerima uang suap Rp1,6 miliar untuk memuluskan izin pembangunan Rumah Sakit Kasih Bunda di Jalan Leuwigajah, Kota Cimahi. Suap yang diterima Ajay itu baru setengah dari kesepakatan Rp3,2 miliar.
Dengan bukti tersebut, Komisi Pemberantaaan Korupsi (KPK) telah menetapkan orang nomor satu di Kota Cimahi sejak terpilih sebagai wali kota pada 2017 tersebut sebagai tersangka penerima suap.
Selain itu, KPK juga menetapkan Komisaris Rumah Sakit Umum Kasih Bunda Cimahi, Hutama Yonathan. Hutama Yonathan ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, Ajay diperkirakan menerima uang suap izin pembangunan RS itu dalam lima tahap. Jumlah itu diduga merupakan kesepakatan awal untuk memuluskan izin pembangunan RS yang disinyalir totalnya mencapai Rp3,2 miliar.
"Pemberian kepada AJM telah dilakukan sebanyak lima kali di beberapa tempat hingga berjumlah sekitar Rp1,661 miliar dari kesepakatan Rp3,2 miliar," kata Firli saat konferensi pers di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Sabtu (28/11/2020).
Awalnya, Ajay diduga meminta jatah kepada Hutama Yonathan sebesar Rp3,2 miliar untuk mengurus izin pembangunan penambahan Gedung RSU Kasih Bunda Cimahi. Hutama Yonathan kemudian menyanggupi permintaan Ajay tersebut.
Uang sebesar Rp3,2 miliar itu diduga diminta Ajay saat bertemu dengan Hutama di sebuah restoran daerah Bandung. Akhirnya terjadi kesepakatan jumlah uang tersebut akan diserahkan secara bertahap melalui salah satu staf keuangan di RSU Kasih Bunda kepada Ajay melalui orang kepercayaannya.
"Untuk menyamarkan adanya pemberian uang kepada AJM, pihak RS membuat perincian pembayaran dan kuitansi fiktif seolah-olah sebagai pembayaran pekerjaan fisik pembangunan," ucap Firli.
Atas perbuatannya, Ajay disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan sebagai pemberi suap, Hutama Yonathan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Editor: Agus Warsudi