get app
inews
Aa Text
Read Next : Rumah Dilan di Bandung, Hunian Peninggalan Belanda yang Masih Kokoh Berdiri

Saung Buni Agung, Suaka Kearifan Lokal Sunda Kini Tinggal Kenangan

Senin, 02 Oktober 2023 - 07:38:00 WIB
Saung Buni Agung, Suaka Kearifan Lokal Sunda Kini Tinggal Kenangan
Puing-puing bangunan Saung Buni Agung di Soreang, Kabupaten Bandung yang tersisa. (Foto: Gin gin Tigin Ginulur)

BANDUNG, iNews.id - Dulu, kawasan ini cukup terkenal dengan kearifan lokal Sunda. Berada di atas ketinggian 800 Meter di Atas Permukaan Laut (Mdpl), tempat ini menawarkan suasana sejuk dan asri khas perdesaan.

Arsitektur tematik etnik Kampung Sunda dengan bambu sebagai bahan utama menjadi ciri khas bangunan itu. Interaksi sosial dan aktivitas di sana juga tak lepas dari aura kesundaan.
 
Beragam pergelaran seni dan budaya Sunda semakin menguatkan karakter tempat tersebut sebagai suaka kearifan lokal Sunda.

Ya, Saung Buni Agung namanya. Selama empat tahun sejak 2013 hingga 2017, kawasan tersebut menjadi salah satu lokasi yang menawarkan konsep ketahanan pangan secara mandiri lewat budi daya padi huma.

Lokasi Saung Buni Agung berada di Kampung Legok Jampang, Desa Sukanagara, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung. Jaraknya hanya 5-6 kilometer (km) dari pusat Pemkab Bandung.

Sayangnya, sejak 2017 hingga sekarang, konsep tersebut tak berlanjut. Saung Buni Agung kini hanya tinggal menyisakan puing-puing. Beberapa bangunan bahkan terlihat sudah rata dengan tanah.  

"Kadang suka sedih melihat kondisi ini. Tapi ya kita harus menatap ke depan, jangan melihat ke belakang," kata Mbah Wawan Marjana, pemilik Saung Buni Agung, Minggu (1/10/2023).

Cerita lantas mengalir dari Mbah Wawan mengenai konsep awal pembangunan Saung Buni Agung tersebut. Tujuan dari Saung Buni Agung dengan budi daya padi huma adalah meringankan beban pemerintah dalam menjaga ketersediaan beras.

"Kami mengingatkan manusia untuk sadar ketahanan pangan. Suatu saat manusianya bertambah, lahan sawahnya berkurang. Salah satu untuk mengantisipasi kekurangan di masa mendatang itu kalau untuk pertanian beras itu dengan padi huma," kata Mbah Wawan.

Mbah Wawan mengaku mengadopsi konsep tersebut dari hasil pengembaraannya di Baduy. Suku Baduy menganut konsep bijaksana dalam mengelola lahan.

"Karena di Baduy ada yang namanya bijaksana atau mengistirahatkan lahan, satu tahun satu kali. Tanah pun butuh masa rehat untuk mengembalikan kesuburan dirinya," ujar Mbah Wawan.

Mbah Wawan menuturkan, sejak 2017, Saung Buni Agung kerap menggelar kegiatan papalaku huma, menanam, dan memanen padi setiap tahun. Acara itu melibatkan tamu-tamu dan sejumlah pemangku kebijakan.

"Kami berjalan kurang lebih empat kali, baik menanam maupun panen (padi). Sampai anak SD pernah kami undang menanam huma. Tahun kelima kegiatan itu dievaluasi, dan saya menyatakan kami gagal mengajak masyarakat sadar ketahanan pangan," tutur Mbah Wawan.

Salah satu kegagalan dalam menerapkan konsep tersebut, kata Mbah Wawan, adalah kurangnya perhatian dari pemerintah. Walau bagaimana pun juga, Mbah Wawan, ketahanan pangan harus dipegang oleh pemerintah dengan anggaran lebih besar.

"Yang kedua, ketika kita ngehuma, karena cuma ada satu lahan, saat panen semua hama datang ke situ, terutama burung. Tentu, kami gak bisa menahan keberadaan burung-burung tersebut," ucap Mbah Wawan.

Editor: Agus Warsudi

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut