get app
inews
Aa Text
Read Next : Ganjar Bangun Sekolah Vokasi, An An Kusmaradian Prabu Siliwangi: Persiapkan Masa Depan Bangsa

Kisah Raden Kian Santang Penyebar Agama Islam di Jawa Barat

Sabtu, 12 Agustus 2023 - 12:29:00 WIB
Kisah Raden Kian Santang Penyebar Agama Islam di Jawa Barat
Ilustrasi Prabu Kian Santang atau Syekh Sunan Rohmat Suci. (FOTO: ISTIMEWA)

BANDUNG, iNews.id - Kisah Raden Kian Santang penyebar agama Islam di Jawa Barat menarik diulas. Raden Kian Santang atau Raden Sanggara merupakan putra dari Prabu Siliwangi atau Sri Paduka Maharaja Pakuan Padjadjaran. Raden Kian Santang yang bergelar Syekh Sunan Rohmat Suci merupakan penyebar agama Islam di Jawa Barat. 

Berdasarkan informasi dari berbagai sumber, berikut kisah Raden Kian Santang.

Kisah Raden Kian Santang Penyebar Agama Islam di Jawa Barat

Raden Kian Santang atau Raden Sangara merupakan putra ketiga atau bungsu dari pernikahan Prabu Siliwangi dan Nyi Subang Larang. Anak pertama Prabu Siliwangi-Nyi Subang Larang adalah Raden Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana dan anak kedua Nyi Rara Santang. 

Nyi Subang Larang yang merupakan putri dari Syekh Quro, penyebar Islam di Karawang, mendidik putra putrinya secara Islam. Raden Walangsungsung atau Pangeran Cakrabuana mendirikan Kota Cirebon. 

Sedangkan Rara Santang yang menikah dengan Syarif Abdullah Umdatuddin melahirkan dua putra kembar, Syarif Hidayatullah dan Syarif Nurullah.

Setelah dewasa, Syarif Hidayatullah menjadi penyebar agama Islam di Jawa Barat. Syarif Hidayatullah yang bergelar Sunan Gunung Jati ini mendirikan Kesultanan Cirebon yang berkuasa selama lebih dari 3 abad. 

Sedangkan sang paman, Raden Kiansantang yang memiliki nama lain Syekh Rhmat Suci pun menjadi penyebar Islam di sebagian wilayah pegunungan Jawa Barat hingga akhir hayatnya.

Konon Syekh Sunan Rohmat Suci atau Raden Kian Santang dimakamkan di Godog Garut, Gunung Nagara, Cilauteureun. Kompleks permakaman ini dikeramatkan dan kerap dikunjungi masyarakat.

Petilasan Syekh Sunan Rohmat Suci atau Prabu Kian Santang di Godog, Cilauteureun, Garut. (FOTO: istimewa)
Petilasan Syekh Sunan Rohmat Suci atau Prabu Kian Santang di Godog, Cilauteureun, Garut. (FOTO: istimewa)

Bertemu Sayyidina Ali

Pada usia 22 tahun Prabu Kian Santang diangkat menjadi Dalem Bogor 2 yang saat itu bertepatan dengan upacara penyerahan tongkat pusaka kerajaan dan penobatan Prabu Munding Kawati, putra Sulung Prabu Susuk Tunggal, menjadi panglima besar Pajajaran.

Guna mengenang peristiwa sakral penobatan dan penyerahan tongkat pusaka Kerajaan Pajajaran tersebut, ditulislah oleh Prabu Susuk Tunggal pada sebuah batu. Prasasti itu dikenal sampai sekarang dengan nama Batu Tulis Bogor.

Peristiwa itu istimewa di lingkungan Keraton Pajajaran. Prabu Kian Santang merupakan kesatria gagah perkasa. Tidak ada yang bisa mengalahkan kegagahan dan kesaktiannya. 

Akhirnya Prabu Kian Santang meminta petunjuk kepada ayahnya Prabu Siliwangi untuk mencarikan lawan yang dapat menandinginya. Tiba-tiba datang seorang kakek yang memberitahu bahwa orang yang dapat menandingi kegagahan Prabu Kian Santang adalah Sayyidina Ali di Tanah Suci Makkah. 

Sebetulnya saat itu Sayyidina Ali telah wafat. Tetapi konon Prabu Kian Santan dipertemukan Sayyidina Ali secara gaib atas kekuasaan Allah Yang Maha Kuasa.

Orang tua itu berkata kepada Prabu Kian Santang, "Kalau Anda mau bertemu dengan Sayyidina Ali harus melaksanakan dua syarat. Pertama, harus mujasmedi dulu di Ujung Kulon. Kedua, nama harus diganti menjadi Galantrang Setra (Galantrang berarti berani. Setra bermakna bersih-suci).

Setelah melaksanakan dua syarat tersebut, berangkatlah Prabu Kian Santang ke tanah Suci Makkah. Tiba di Makkah dia bertemu dengan seorang lelaki. Kian Santang tidak tahu laki-laki itu adalah Sayyidina Ali. 

Prabu Kian Santang yang mengganti nama menjadi Galantrang Setra bertanya kepada laki-laki itu, "Kenal kah dengan orang yang namanya Sayyidina Ali?" Laki-­laki itu menjawab  kenal dan bisa mengantarkannya ke tempat Sayyidina Ali.

Sebelum berangkat laki-laki itu menancapkan sebuah tongkat ke tanah, yang tak diketahui oleh Galantrang Setra. Setelah berjalan beberapa puluh meter, Sayyidina Ali berkata, "Wahai Galantrang Setra tongkatku ketinggalan di tempat tadi, coba tolong ambilkan dulu."

Semula Galantrang Setra tidak mau, tetapi Sayyidina Ali mengatakan, "Kalau tidak mau ya tentu tidak akan bertemu dengan Sayyidina Ali."

Terpaksalah Galantrang Setra kembali ke tempat bertemu, untuk mengambilkan tongkat. Setibanya di tempat tongkat tertancap, Galantrang Setra mencabut tongkat dengan sebelah tangan, dikira tongkat itu akan mudah lepas. Ternyata tongkat tidak bisa dicabut, justru tidak sedikit pun berubah. 

Sekali lagi dia berusaha mencabutnya, tetapi tongkat itu tetap tidak berubah. Ketiga kalinya, Galantrang Setra mencabut tongkat dengan sekuat tenaga dengan disertai tenaga bathin. Tetapi bukan tercabut, justru kedua kaki Galantrang Setra ambles masuk ke dalam tanah, dan keluar darah dari tubuh Galantrang Setra.

Ternyata laki-laki yang baru dikenal itu adalah Sayyidina Ali. Setelah tahu, Prabu Kian Santang pun takluk. Prabu Kian Santang pun mendalami agama Islam. Dia bermukim selama dua puluh hari. Kemudian dia pulang ke tanah Sunda, Padjadjaran, untuk menengok ayahnya Prabu Siliwangi dan saudara-saudaranya. 

Setibanya di Padjadjaran dan bertemu dengan ayahnya, dia menceritakan pengalamannya selama bermukim di tanah Mekah serta pertemuannya dengan Sayyidina Ali. Kian Santang diberi keleluasaan untuk menyebarkan agama Islam di seluruh wilayah Kerajaan Padjadjaran.

Itulah ulasan Kisah Raden Kian Santang Penyebar agama Islam di Jawa Barat.

Editor: Agus Warsudi

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut