Kisah Kolonel Masturi, Perwira TNI yang Jadi Bupati Bandung dalam Menumpas Antek PKI
JAKARTA, iNews.id - Kolonel Masturi merupakan salah satu tokoh yang terlibat dalam penumpasan antek-antek PKI di Bandung hingga Cimahi. Sepak terjangnya dimulai saat dia diangkat menjadi Bupati Bandung ke-10 menggantikan R Memed Ardiwilaga tahun 1967-1969.
Kala itu, Masturi masih berpangkat mayor dan merupakan Bupati Bandung kedua yang berasal dari kalangan TNI.
Tugas pertama yang diemban Kolonel Masturi tidaklah mudah. Dia melakukan pembersihan atas upaya munculnya usaha untuk mengembalikan kekuatan PKI.
Upaya pembersihan antek PKI dilakukan pascatragedi Gerakan 30 September 1965 yang dikenal G30SPKI sedang dilakukan hingga ke daerah. Hal ini menyusul tuntutan rakyat kepada Presiden Soekarno menumpas pasukan dan simpatisan PKI.
Pada akhir tahun 1967 di wilayah Kecamatan Pangalengan muncul gerombolan sisa-sisa PKI. Mereka bergerak di sekitar perkebunan srikandi dengan pusatnya di Gunung Kencana. Di sana mereka mengadakan latihan militer dan kegiatan-kegiatan lain yang mencurigakan.
Namun berkat kerja sama ABRI dan pertahanan sipil serta rakyat setempat, sisa-sisa PKI itu dapat ditangkap. Kekuatan gerombolan berjumlah 27 orang, mereka terdiri atas warga negara keturunan Tiongkok dan menamakan diri Tentara Pembebas Republik Indonesia (TPRI).
Dari tangan mereka dapat dirampas 21 buah granat baja, 300 lencana, gambar-gambar Mao Tse Tung, dokumen-dokumen dan sebagainya.
Sejak tahun 1967, Pemda Kabupaten Bandung mendasarkan program kerjanya pada program kerja Kabinet Ampera. Pemda juga menyusun program kerja yang dinamai Program Kerja Repeh Raprih Kertaraharja.
Repeh Rapih Kertaraharja merupakan Semboyan Kabupaten Bandung yang dimaksudkan untuk mengusahakan memenuhi hajat hidup rakyat banyak khususnya menyangkut sembilan bahan pokok. Terutama beras yang pada waktu itu mengalami krisis serta mengembalikan ketertiban dan keamanan masyarakat yang telah terganggu akibat terjadinya peristiwa G30SPKI.
Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Nomor 23/BK/HUK/67 tanggal 1 Juni 1967 diadakan reorganisasi dalam organisasi sekretaris Pemda Kabupaten Bandung. Organisasi baru terbagi ini menjadi 3 unsur, yaitu pimpinan yang terdiri atas Bupati dan ketua. Lalu staf pimpinan terdiri atas BPH dan Sekda.
Terakhir unsur pelaksana terdiri atas kepala-kepala Biro, yang meliputi bidang pemerintahan umum, pengawasan, keuangan, Humas DPRD, dinas-dinas, jawatan-jawatan dan lembaga-lembaga.
Repelita mulai dikerjakan pada tanggal 1 April 1969 sesuai jadwal waktu pelaksanaan Repelita Nasional dan Repelita daerah-daerah lainnya. Baru saja Repelita dilaksanakan selama 2 bulan, Letkol Masturi meninggal dunia pada hari Jumat tanggal 4 Juli 1969 setelah menjabat Bupati Bandung selama 2 tahun 4 Bulan.
Untuk menghargai jasa-jasanya terutama dalam hal pembinaan orde baru, pencegahan munculnya kembali sisa-sisa G30-S, mewujudkan situasi dan kondisi yang cocok untuk memenuhi pembangunan serta menyusun Repelita Kabupaten Bandung, DPRDGR Kabupaten Bandung memutuskan untuk memberi gelar 'Pahlawan Pembangunan Daerah Kabupaten Bandung kepada Kolonel Anumerta Masturi.
Kini namanya juga abadi sebagai nama jalan yang sangat masyhur di wilayah Kota Cimahi dan KBB. Dari beberapa putra-putri yang dimilikinya, ada satu nama yang menyusul kiprahnya sebagai seorang kepala daerah, yakni Atty Suharti yang merupakan istri dari Wali Kota Cimahi Itoc Tochija dua periode. Namun sayang karier politiknya tidak berakhir mulus setelah pada massa pencalonan periode kedua pada 2017 lalu Atty dan suaminya Itoc tersandung masalah hukum.
Seorang pelaku sejarah yang pernah merasakan masa kepemimpinan Kolonel Masturi yakni politikus senior Aa Sunarya Erawan. Pria lulusan SGA (sekolah guru) tahun 1964 ini menilai sosok Kolonel Masturi sebagai orang yang sangat berwibawa, disiplin, bijak, tegas dan visioner.
Dia masih ingat ketika orang tuanya dilantik menjadi Kepala Desa Ciledug pada tahun 1967, Bupati Mastur ketika itu datang. Pada saat itu juga diusulkan perubahan nama Desa Ciledug menjadi Sukatani.
Namun dengan masukan dan pandangan yang jauh ke depan, akhirnya pemberian nama Sukatani diganti menjadi Tanimulya.
"Waktu itu yang diucapkannya adalah tani (bertani) itu tidak harus selalu suka tapi tani juga harus mulya. Sehingga akhirnya Bupati Masturi mencetuskan nama desa menjadi Tanimulya," katanya kala masih menjabat anggota DPRD KBB.
Menurutnya, atas dedikasi dan sumbangsih pemikiran dan tenaganya selama ini memang sangat layak dan sudah semestinya Kolonel Masturi diabadikan menjadi nama jalan. Hal itu sebagai bentuk penghargaan atas jasa-jasanya yang telah dilakukan dalam membangun, khususnya Kabupaten Bandung sebagai daerah induk yang menjadi cikal bakal lahirnya Kota Cimahi dan KBB.
"Wajarlah penghargaan itu (jadi nama jalan). Toh saya yakin bagi warga Jawa Barat khususnya di Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, dan KBB, Kolonel Masturi adalah pahlawan yang sejajar dengan tokoh-tokoh nasional lainnya," kata pria yang akrab disapa Apih tersebut.
Lebih jauh, kata Mantan Camat Ngamprah, KBB ini, sepengetahuannya ada beberapa nama tokoh sejarah yang dijadikan nama jalan di Kota Cimahi selain Jalan Kolonel Masturi. Yakni Jalan Jenderal Amir Machmud, Daeng Muhammad Ardiwinata, MK Wiganda Sasmita, Dra Djulaeha Karmita, Raden Embang Artawidjaya, KH Usman Domiri, HMS Mintaredja, Rd Demang Hardjakusumah, Encep Kartawiria dan OR Mahar Martanegara.
Sementara menurut Agus Sudrajat Sahir, warga Jalan Kolonel Masturi, Cimahi, semasa dia masih kecil sering beberapa kali diajak orang tuanya yang merupakan tentara untuk datang ke acara-acara dihadiri Bupati Masturi. Salah satu tempat yang sering dijadikan balai pertemuan adalah pendopo di Alun-Alun Kota Cimahi yang kini menjadi Kantor DPRD Kota Cimahi.
"Waktu kecil saya sering diajak oleh orang tua kumpul-kumpul di pendopo. Karena saat itu pendopo merupakan tempat pertemuan bupati atau wedana," ucapnya.
Atas penghargaan dijadikan nama jalan, kini setelah puluhan tahun sejak kepergiannya, nama Kolonel Masturi masih terus dikenang dan terasa dekat dengan masyarakat di Kota Cimahi dan KBB.
Bagi yang pernah singgah dan wira-wiri ke Bandung khususnya Bandung Utara, Lembang, pasti pernah melihat atau mendengar nama Jalan Kolonel Masturi (Kolmas). Jalan ini merupakan akses jalur strategis yang membentang dari Kota Cimahi hingga Kabupaten Bandung Barat (KBB) dengan panjang mencapai 21,4 kilometer (km).
Bagi pihak keluarga besarnya, tentu ini menjadi sebuah kebanggaan karena perjuangan orang tuanya mendapatkan apresiasi positif dari pemerintah. Sementara bagi generasi muda, contoh perjuangan Kolonel Masturi harus menjadi inspirasi, ibarat peribahasa 'Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang dan manusia mati meninggalkan nama.
Editor: Donald Karouw