Ketum IKBNN: Tumbuhkan Nilai Pancasila dan Semangat Bela Negara dalam Diri Generasi Z
BANDUNG, iNews.id - Generasi Z diajak menumbuhkan nilai-nilai Pancasila dan sikap bela negara sebagai wujud kecintaan kepada bangsa dan negara. Penguatan ideologi bangsa dalam diri generasi muda sangat perlu agar Indonesia terhindar dari perpecahan.
Ketua Umum Ikatan Kader Bela Negara Nasional (IKBNN) Yoga Santosa mengatakan, generasi Z muncul dalam peralihan generasi milenial dengan teknologi digital yang berkembang pesat. Mereka lahir dalam rentang 1997-2012.
Para generasi Z tumbuh saat Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan telah menjadi topik populer dan menarik dalam beberapa tahun terakhir.
Generasi Z berdasarkan teori William Straus dan Neil Howe, kata Yoga, saat ini kira-kira berumur antara 18-36 tahun, merupakan usia produktif. Generasi ini akan berperan penting dalam kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara di masa depan.
“Keunggulan generasi ini memiliki kreativitas tinggi, penuh percaya diri, dan terkoneksi antara satu dengan lainnya," kata Yoga Santosa yang juga menjabat Sekretaris DPD Partai Golkar Bandung ini kepada wartawan, Kamis (1/6/2023).
Namun karena hidup di era yang serba otomatis, Generasi Z cenderung menginginkan sesuatu yang serba instan dan sangat mudah terpengaruh dan dipengaruhi.
Kondisi menjadi titik kritis bagi masa depan negara dan bangsa. Ironi, ternyata era digital dan teknologi komunikasi tidak mampu mendekatkan dan menyatukan anak bangsa.
“Era digital terbukti memberi jaminan akses dan kecepatan memperoleh informasi. Tetapi, justru menciptakan jarak dan membuat tidak komunikatif. Bahkan nyaris berujung rusaknya hubungan interpersonal,” ujar Yoga Santosa.
Terkini, tutur Yoga, teknologi komunikasi dan informasi telah mengubah perang konvensional menjadi perang modern dengan menggunakan teknologi, media massa, dan internet atau cyber war.
Sasarannya sangat nyata dan jelas, yaitu, ketahanan ekonomi, pertahanan, dan keamanan, budaya, ideologi, lingkungan, politik, karakter dan lain-lain. "Karena itu, mengenalkan Pancasila kepada Generasi Z ini tentu berbeda cara pendekatannya," tutur dia.
Cara pandang dan jiwa besar para founding fathers (bapak pendiri) bangsa saat membahas dan melahirkan Pancasila, harus menjadi perhatian dan pemahaman generasi masa kini.
Yang patut menjadi pemahaman dasar para generasi Z, kata Yoga Santosa, Pancasila lahir hasil dari satu kesatuan, diproses dari rumusan Pancasila 1 Juni 1945 yang dipidatokan Ir Sukarno, Piagam Jakarta 22 Juni 1945, dan final pada 18 Agustus 1945.
"Para ulama dan pejuang kemerdekaan dari seluruh pelosok Nusantara membangun kesepakatan bangsa yang mempersatukan bangsa, yaitu Pancasila," tutur dia.
Yoga Santosa mengatakan, Indonesia dengan segenap potensi merupakan bangsa besar dan kaya. Indonesia memiliki keunggulan demografi dengan posisi strategis di antara titik silang dua benua dan samudra.
Dari masa ke masa, posisi ini menjadi jalur-jalur distribusi barang dan jasa internasional. Indonesia, lebih tepat dijuluki sebagai the winning region atau kawasan pemenang karena negara ini memiliki segalanya.
“Tanah Air kita memiliki sumber daya alam hayati dan non-hayati melimpah serta energi. Itu semua harus dijaga dan dirawat. Caranya dengan merawat ideologi Pancasila di setiap individu anak bangsa,” tutur dia.
Menurut Yoga Santosa, kebesaran Indonesia dengan segala sumber daya itu sangat rentan hancur dan jadi negara gagal (failed state).
Sebab, pada dasarnya Indonesia negara yang memiliki perbedaan dalam segala bidang (naturally fragmented). Keanekaragaman baik suku, agama, maupun golongan, sangat mudah memicu disintegrasi bangsa.
Dalam sejarah dunia, sejak 1991 sampai saat ini, tercatat tiga negara terpecah oleh konflik. Hasilnya, 23 negara baru memproklamasikan diri dengan warisan konflik berkepanjangan.
“Sebagai contoh, Yugoslavia, Sudan, dan Uni Soviet. Pengalaman sejarah menunjukkan, beberapa kali Indonesia juga pernah dihadapkan pada perpecahan antara saudara sebangsa. Namun, Indonesia mampu bertahan,” kata Yoga Santosa.
Kemampuan untuk bertahan dari perpecahan bangsa itu, kata dia, bukan tanpa sebab. Bangsa Indonesia memiliki alat pemersatu bangsa (national cohesion) yaitu Pancasila. Ideologi ini terbentuk secara alamiah dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.
Pada zaman Majapahit, Mpu Tantular dalam Kitab Sutasoma menuliskan Bhinneka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mangrva. Mpu Tantular mengisahkan pada masa itu tidak ada perselisihan sedikit pun yang disebabkan oleh perbedaan baik agama maupun suku bangsa.
Hal ini bukti bahwa menghormati perbedaan telah diyakini nenek moyang bangsa Indonesia beratus-ratus tahun lalu.
Karena itu, kata Yoga Santosa, sangat disayangkan jika sejarah kerukunan bangsa Indonesia yang sudah tumbuh beratus-ratus tahun ini harus dihancurkan oleh kebencian.
"Semua komponen bangsa tentu tidak ingin di negara pecah. Ini tanggung jawab semua, terlebih generasi muda saat ini," ucap Yoga Santosa.
Lebih lanjut, Yoga Santosa menyataka, disadari atau tidak banyak pihak yang tidak ingin Indonesia menjadi bangsa besar dan hebat.
Indonesia sering menerima tekanan dan pola serangan pintar melalui F-7, food, fashion, film dan fantasi, filosofi, dan finansial.
“Serangan terhadap filosofi dan finansial, paling mengkhawatirkan. Serangan, perang ideologi dan pemikiran agar kita terjebak kepada paham liberalis, kapitalis, sosialis, dan radikalis,” ujarnya.
Untuk membentengi diri dari kehancuran akibat pesatnya perkembangan teknologi dan upaya-upaya memecah Indonesia, bangsa ini harus kembali kepada Pancasila sebagai ideologi bangsa.
Nilai-nilai luhur dalam Pancasila, seperti semangat bersatu, menghormati perbedaan, rela berkorban, pantang menyerah, gotong royong, patriotisme, idealisme, nasionalisme, optimisme, harga diri, kebersamaan, dan percaya kepada diri sendiri.
Nilai-nilai itu harus dijadikan cara hidup (way of life) seluruh anak bangsa, khususnya generasi Z, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pancasila, tutur Yoga, tidak perlu diajarkan secara formal dengan tampilan kaku. Tetapi yang terpenting adalah hakikatnya tetap terpelihara dan diamalkan.
"Dalam melaksanakan langkah itu, diperlukan sinergi lintas kelembagaan untuk bersama-sama mengaktualisasikan Pancasila melalui sistem dan dinamika kekinian,” tutur Yoga.
Kampus dan sekolah sekolah memegang peranan penting dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada generasi Z sehingga tidak ada indikasi perkembangan paham lain.
“Generasi Z harus berada di depan, memegang lentera untuk mencegah paham-paham yang bertentangan dengan jati diri bangsa Indonesia dan ideologi Pancasila,” ucap dia.
Arah perjalanan bangsa ini berada di tangan generasi Z, yang akan menerima tongkat estafet pembangunan. “Mari kita jaga, rawat dan pelihara nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan keseharian kita,” ajak Yoga.
Editor: Agus Warsudi