Kampung Mati di Sukabumi, 3 Keluarga Bertahan Hidup di Rumah Retak dan Miring
SUKABUMI, iNews.id - Sejumlah warga korban tanah bergerak di Kampung Gunung Batu, Desa Kertaangsana, Kecamatan Nyalindung, Kabupaten Sukabumi, bertahan hidup di rumah yang sudah miring dan retak selama 4 tahun. Hingga saat ini mereka menanti bantuan hunian tetap (huntap) sebagaimana yang dijanjikan pemerintah daerah.
Sebanyak 3 kepala keluarga (KK) dengan 9 jumlah jiwa masih bertahan di kampung yang sudah mati tersebut. Sebelumnya terdapat sekitar 129 rumah yang dihuni oleh 161 KK dengan 482 jumlah jiwa. Setelah terjadi bencana pergerakan tanah pada Mei 2019 lalu, kampung tersebut langsung dikosongkan.
Warga terpaksa harus meninggalkan kampung karena bencana pergerakan tanah telah merusak bangunan. Selain itu sawah juga ikut mengalami kerusakan. Hal yang sama juga terjadi pada tempat permakaman umum (TPU).
Salah satu warga yang masih bertahan di kampung tersebut, yakni Omah Romlah (52). Dia mengaku bersama suami dan satu orang anaknya, masih tinggal di rumah terdampak bencana alam. kemampuan ekonomi yang terbatas membuat mereka tak mampu untuk pindah ke tempat dan membangun rumah baru.
"Saya dari dulu tinggal di sini dan kami memilih tetap bertahan. Kami hanya mengungsi ke rumah yang lebih aman atau menyewa rumah, hanya untuk keperluan tidur saja, khususnya ketika musim hujan dengan intensitas tinggi. Kami akan kembali lagi ke rumah ini saat sudah reda hujan," ujar Omah kepada iNews.id, Jumat (17/3/2023).
Tidak bisa dipungkiri, Omah merasa cemas saat tinggal di rumah yang kondisinya miring dan banyak retakan yang ditambalnya. Apalagi jika turun hujan, kekhawatiran Omah semakin besar, takut rumahnya ambruk.
"Iya takut, kalau siang masih di sini. Tapi, kalau malam ngontrak, kalau hujan deras ya pergi ke kontrakan, tapi kalau hujannya kecil ya di sini. Kami sudah sudah empat tahun semenjak bencana terjadi. Makanya, ingin cepat-cepat ada bantuan huntap dari pemerintah," ujar Omah berharap.
Sementara itu, warga lain, Abah Uyeh Hariadi (65) beralasan masih tetap memaksakan untuk tinggal di rumah yang sudah tidak layak huni tersebut. Karena lahan pertanian yang dimilikinya untuk menopang kehidupannya sehari-hari tidak jauh dari rumah.
"Pertama di sini, saya sudah empat tahun, dari 2019 abis pemilihan presiden sampai sekarang. Kata Ketua BPBD akan dibangunkan untuk huntap di lokasi Cimenteng, nah sampai sekarang belum terjadi huntapnya. Makanya, Abah memaksain diri diam di sini, karena Abah rumah gak bisa dikunci, terus pertanian di sini rusak semua," ujar Abah Uyeh.
Kekhawatiran juga dirasakan semua warga yang bertahan. Abah Uyeh takut tertimpa bangunan ambruk. Untuk itu dia hanya tinggal di kampung mati pada siang hari saja. Jika malam dan hujan deras terpaksa tinggal di kontrakan di Pasir Salam.
"Hampir seluruh korban pergerakan tanah di Kampung Gunung Batu ini, bertahan di hunian sementara yang ada di Kampung Ciboregah. Hunian sementara seharusnya dihuni 2 tahun. Sampai sekarang tidak ada kejelasan mengenai hunian tetap dari pemerintah," ujar Abah Uyeh.
Editor: Asep Supiandi