Kado Pahit Jelang Ramadhan, Harga BBM dan Sembako Naik, Minyak Goreng Curah Langka

BANDUNG BARAT, iNews.id - Menjelang Ramadan 1443 Hijriah, masyarakat mendapatkan kado pahit dari pemerintah. Selain harga bahan bakar minyak (BBM) dan sembako naik bersamaan, minyak goreng curah pun masih langka di pasar.
Diketahui, pemerintah pusat dan DPR sepakat menaikkan harga BBM jenis Pertamax per 1 April 2022, dari Rp11.500 menjadi Rp12.500-Rp13.500 per liter.
Ketua DPW Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jawa Barat Haru Suandharu menilai, masyarakat saat ini harus menanggung beban ekonomi sangat berat menjelang Ramadhan. Padahal pandemi Covid-19 masih jadi ancaman dan pemerintah belum bisa memprediksi kapan itu akan berakhir.
"Harga-harga melambung menjelang Ramadan, BBM juga juga naik. Padahal masyarakat masih disibukkan dengan persoalan (kelangkaan dan mahalnya harga) minyak goreng yang tak kunjung tuntas," kata Ketua DPW PKS Jabar di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jumat (1/4/2022).
Haru Suandharu menyatakan, gejolak ekonomi kebutuhan masyarakat yang melambung tinggi terjadi akibat pemerintah pusat kehilangan kemampuan untuk mengintervensi harga pasar. Pemerintah seperti tidak berdaya mengatasi persoalan minyak goreng yang sudah terjadi tiga bulan terakhir.
Faktanya bisa dilihat ketika minyak goreng disubsidi dengan kebijakan satu harga dimana harga eceran Tertinggi (HET) Rp14.000 per liter, komoditas kebutuhan pokok itu langka. Masyarakat harus antre di pasar modern, minimarket, dan pasar tradisional karena stok terbatas.
Namun ketika subsidi dicabut dan harga dikembalikan ke harga pasar, minyak goreng kembali melimpah. Namun harganya jadi melambung tinggi, antara Rp48.000-50.000 per dua liter. Akibatnya banyak warga yang beralih ke minyak curah. Sementara, minyak curah langka di pasaran.
"Kalau pemerintah punya kemampuan dan menjalankan regulasi dengan benar, fenomena harga kebutuhan pokok tidak akan seperti ini. Pemerintah dan DPR kini justru punya pemikiran sama, contoh soal kenaikan BBM pemerintah dan DPR setuju, tapi kan tidak tidak mewakili masyarakat. Itu bahaya, banyak yang akan kesulitan," pungkasnya.
Editor: Agus Warsudi