Jejak Sejarah Perjuangan Bangsa Bertebaran di Cimahi, Kenangan bagi Generasi Penerus
CIMAHI, iNews.id - Sebagai kota militer, Cimahi, Jawa Barat memiliki sejarah panjang perjuangan di masa penjajahan Belanda dan Jepang. Saksi bisu perjalanan sejarah bangsa banyak yang masih berdiri kokoh dan menjadi heritage bagi generasi muda saat ini dan mendatang.
Keberadaan markas dan pusat pendidikan (pusdik) militer di Kota Cimahi menegaskan wilayah yang berada di bagian barat Kota Bandung ini menjadi basis pertahanan di masa penjajahan. Tidak hanya itu, rumah sakit, gedung hiburan, dan jalur kereta api juga terintegrasi di Cimahi.
Itu menunjukkan jika pemerintah kolonial Belanda saat itu membangun Cimahi menjadi wilayah lengkap. Mulai dari sektor transportasi kereta api, rumah sakit, penjara, tempat hiburan, sarana olahraga kolam renang, hingga tempat permakaman.
Tengok saja bangunan Rumah Sakit Dustira, Bioskop Rio, Gedung Sudirman (The Historic), Penjara Militer Poncol, Kolam Renang Berglust, dan Makam Kerkhof (Ereveld). Semuanya dibangun dengan gaya arsitektur Belanda. Semua tidak usang dimakan perubahan zaman dan dilestarikan.
Pegiat sejarah Cimahi sekaligus Ketua Komunitas Tjimahi Heritage Machmud Mubarok mengatakan, Cimahi memang memiliki jejak panjang sejarah perjuangan yang dimulai sejak jaman kolonialisme, zaman pendudukan Jepang, hingga revolusi perang kemerdekaan. Beberapa pertempuran besar bahkan sempat terjadi di Cimahi.
"Cimahi itu kental dengan nilai historis walau ada beberapa yang tidak tercatat dalam sejarah. Seperti pertempuran skala besar dan berlangsung berhari-hari pernah terjadi di sini," kata Machmud, Selasa (10/11/2020).
Sebut saja, pertempuran alun-alun, Tagog, Cimindi, Baros, Babakan Kandanguncal, Babakan Santri (Gunung Bohong), dan sejumlah pertempuran lain.
Pertempuran dengan durasi paling lama, ujar Machmud, terjadi di kawasan Penjara Militer Poncol, Jalan Gatot Subroto. Pertempuran itu melibatkan kompi, laskar, Badan Keamanan Rakyat (BKR), dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
"Perangnya berlangsung empat hari empat malam. Dikarenakan persenjataan laskar, BKR, TKR, dan kompi, terbatas, akhirnya belum bisa mengalahkan Belanda," ujar pria yang berprofesi jurnalis ini.
Para pejuang yang terlibat dalam sejumlah pertempuran di Cimahi di antaranya Daeng M Ardiwinata, Sukimun, Embang Artawidjaya, Kapten Ishak, hingga Ade Arifin.
Mereka menyerang beberapa tangsi hingga Artilerie Constructie Winkel (ACW) atau pabrik senjata yang saat ini bangunannya menjadi Polres Cimahi. Sebagai bentuk penghargaan, nama-nama mereka saat ini ada yang diabadikan sebagai nama jalan.
"Mapolres Cimahi itu dulunya pabrik senjata. Di situ terjadi pertempuran Tagog yang melibatkan Kompi Abdul Hamid, Banteng Rakyat, dan laskar lain. Pejuang kita mengungsi ke daerah selatan karena pusat wilayah Cimahi sudah dikuasai Belanda," tutur Machmud.

Sebagai pegiat sejarah dirinya ingin agar catatan dan bukti-bukti perjuangan di Kota Cimahi bisa diketahui oleh generasi muda. Bahkan alangkah lebih baik jika itu semua bisa masuk ke dalam kurikulum pendidikan mengenai sejarah lokal.
"Bisa diajarkan di sekolah-sekolah agar sejarah lokal yang dekat dengan kehidupan kita sehari-hari tidak terlupakan," kata dia.
Editor: Agus Warsudi