Hadapi Potensi Gejolak Ekonomi, OJK Tekankan Pentingnya Kecukupan Modal Perbankan
BANDUNG, iNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menekankan pentingnya perbankan memiliki kecukupan modal menghadapi potensi gejolak ekonomi dan tantangan ke depan yang Semakin kompleks. Kecukupan modal perbankan akan mendorong penyedia jasa keuangan melakukan peningkatan layanan dan inovasi produk.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan II OJK Bambang Widjanarko mengatakan, ekonomi global dan nasional ke depan diprediksi menghadapi banyak tantangan akibat kondisi geopolitik global. Kenaikan energi dan inflasi yang terus naik, perlu diwaspadai rembetannya bagi ekonomi nasional.
Perbankan, kata dia, juga menghadapi tantangan struktural. Di mana hal itu datang dari struktur dan daya saing perbankan nasional yang masih rendah. Tingkat inklusi yang masih perlu dioptimalkan dan inovasi layanan berbasis digital.
"Tantangan tersebut menyebabkan risiko kredit, pasar, dan portofolio perbankan. Makanya bank perlu permodalan yang kuat, sebagai bantalan menyerap risiko ekonomi global yang tak pasti. Dengan kecukupan modal, maka jangkauan akan semakin luas," jelas Bambang Widjanarko pada webinar "Strategi Pemenuhan Modal Inti Minimum dan Peluang Konsolidasi Bank Pembangunan Daerah" melalui akun YouTube Pusaka Indonesia Instute.
Pentingnya kecukupan modal perbankan, kata dia, telah diantisipasi OJK melalui roadmap pengembangan perbankan di Indonesia 2020 sampai 2025. Salah satu program dari roadmap itu adalah penguatan perbankan. Di mana perbankan akan kuat jika memiliki struktur modal yang kuat.
OJK sendiri telah mengatur minimum modal inti perbankan sebesar Rp3 triliun hingga 2022 untuk bank umum dan dateline 2024 untuk Bank Pembangunan Daerah (BPD). Skema penambahan modal bisa dilakukan melalui banyak opsi, seperti rights issue, penambahan dana pemilik modal, pemanfaatan laba, integrasi, atau melalui kelompok usaha bank (KUB).
Untuk KUB, OJK telah mengeluarkan panduan melalui PJOK No 12 tahun 20220 tentang Konsolidasi Bank Pembentukan KUB. Opsi KUB bisa dilakukan bank seperti BPD jika cara pemenuhan modal minimal Rp3 triliun sulit dilakukan.
"Saya kita sudah ada waktu yang cukup bagi pemegang saham untuk menata kembali banknya. KUB ini bisa dilakukan beberapa bank untuk konsolidasi," kata dia.
Diketahui, salah satu BPD yang telah ber-KUB adalah Bank Bengkulu. Bank ini menjadi KUB bank bjb sebagai bank induk. Pada tahap awal, bank bjb telah melakukan penyertaan modal senilai Rp100 miliar kepada Bank Bengkulu dari rencana penyertaan Rp200 miliar. Bank bjb juga akan melakukan transfer of knowledge, SDM, dan pemanfaatan layanan perbankan kepada Bank Bengkulu.
Saat ini, bank bjb menjadi salah satu bank yang paling aktif merealisasikan ketentuan OJK, menjalin berkolaborasi dengan beberapa BPD. Selain Bank Bengkulu, ada beberapa BPD lainnya yang sedang dalam proses penjajakan melakukan KUB dengan bank bjb. Saat ini, bank bjb memiliki aset lebih dari Rp100 triliun dan masuk menjadi bank jajaran 15 bank besar di Indonesia.
Saat ini, tercatat ada 13 BPD di Indonesia yang belum memenuhi syarat minimum modal inti Rp3 triliun. Namun belasan BPD tersebut bukan dalam kategori sakit. Mereka memiliki rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Rasio (CAR) di atas 25 persen dan masih mampu menghasilkan tingkat Return On Equity (ROE) berkisar 10 sampai 26,8 persen.
"Setelah ber-KUB nantinya bank hanya perlu memenuhi kecukupan modal inti Rp1 triliun, bukan lagi Rp3 triliun," katanya.
Manfaat KUB, lanjut dia, bagi anggota adalah memenuhi permodalan, kemudian pemanfaatan produk dan layanan bank induk oleh anggotanya. Termasuk pemanfaatan infrastruktur oleh anggotanya. Sehingga perbankan bisa memanfaatkan potensi yang ada di daerahnya.
"Ini cara yang bisa dilakukan untuk penguatan modal sehingga bank bisa menghadapi tantangan dan tuntutan inovasi. Harapannya bank punya daya saing di tataran regional dan global," ucap Bambang Widjanarko.
Editor: Asep Supiandi