Guru Besar Faperta Unpad: Pupuk Organik Solusi atas Ketergantungan Subsidi
BANDUNG, iNews.id - Guru Besar Fakultas Pertanian (Faperta) Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung Prof Dr Tualar Simarmata menawarkan solusi penggunaan pupuk organik sebagai solusi mengatasi ketergantungan terhadap pupuk subsidi. Penggunaan pupuk organik harus dilakukan secara massal karena pupuk bersubsidi terbatas.
Prof Dr Tualar Simarmata mengatakan, pupuk menjadi faktor produksi krusial bagi petani. Sebab, pupuk merupakan sumber nutrisi bagi pertumbuhan tanaman agar bisa optimal, sehingga hasil panen maksimal.
Namun, ujar Prof Tualar Simarmata, saat ini pupuk subsidi yang dialokasikan pemerintah jumlahnya terbatas. Tercatat alokasi pupuk subsidi pada 2022 ini hanya sekitar 37-42 persen dari total kebutuhan petani di Indonesia.
"Selain itu, harga pupuk non subsidi pun tidak murah, sehingga akan menambah biaya produksi bagi petani," kata Guru Besar Faperta Unpad, Selasa (211/10/2022).
Di sisi lain, kemampuan pemerintah dalam menyediakan pupuk subsidi terbatas. Apalagi saat ini hanya fokus pada dua jenis pupuk, yaitu, Urea dan NPK dengan produksi dan pasokan yang juga terbatas.
Ini terjadi lantaran harga bahan baku pupuk pun ikut merangkak naik sebagai imbas dari perang Rusia-Ukraina yang membuat harga pupuk global pun melonjak. "Dengan adanya perang ukraina ini kan membuat harga pupuk melambung," ujar Prof Tualar.
Prof Tualar menuturkan, untuk mengantisipasi kondisi pupuk subsidi yang terbatas dan mahal tersebut, petani disarankan menggunakan pupuk organik sebagai solusi bukan lagi sebatas alternatif. "Jadi, solusinya di sini, suka atau tidak suka, harus dilakukan, yakni membuat kemandirian pupuk di tingkat petani," ujar Prof Dr Tualar Simarmata.
"Pupuk yang harus kita gunakan berbasis organik,. Jadi harus kembali seperti dulu, pupuk organik bukan menjadi alternatif tapi harus menjadi pupuk utama. Petani kita di tahun 60 sampai 70 an kan menggunakan pupuk organik dan belum mengenal pupuk anorganik (kimia)," ucapnya.
Apalagi, ujar Prof Tualar, saat ini untuk mengolah pupuk organik sudah berbasis teknologi. Hal ini dapat memudahkan petani untuk memproduksi pupuk organik.
"Teknologi untuk membuat pupuk organik yang bagus kan sekarang sudah banyak. Seperti mengolah jerami padi untuk dijadikan pupuk organik. Jadi, hasil menanam padi bukan hanya beras tapi juga pupuk organik. Jangan seperti sekarang bahwa semuanya harus pupuk anorganik," ujar Prof Tualar.
Prof Tualar berharap pemerintah terus memfasilitasi dan mendorong petani agar mengembangkan pupuk organik. Terutama bagi petani-petani milenial yang identik dengan penggunaan terknologi digital dalam bertani.
"Jadi meningkatkan kapasitas petani harus dilakukan baik itu secara perorangan atau lewat kelompok tani. Saya juga berharap bisa ada sinergitas yang baik dari pertanian dan peternakan," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mendorong petani di seluruh Indonesia untuk meningkatkan penggunaan pupuk organik atau buatan sendiri. Syahrul merasa kompos itu perlu karena banyak manfaatnya. Selain itu, jumlah pupuk subsidi yang diberikan pemerintah saat ini sangat terbatas.
“Belum lagi bahan baku pupuk seperti gugus fosfat kebanyakan didatangkan dari Ukraina dan Rusia akibat perang kedua belah pihak. Oleh karena itu, yang tidak disubsidi dengan pupuk harus segera membawa pupuk organik. Minimal setiap kabupaten harus menjadi percontohan dan tidak bergantung pada bantuan dari pemerintah pusat,” kata Syahrul.
Editor: Agus Warsudi