Fakta Menarik Kota Majalengka, Ada Kampung Mati dan Dusun Dipeluk Awan

MAJALENGKA, satu dari 27 kota dan kabupaten di Provinsi Jawa Barat dengan hari jadi pada 7 Juni 1490. Bupati pertama yang memimpin Majalengka adalah Raden Tumenggung Dendanegara yang menjabat sekitar 1819-1849.
Nama Majalengka dipercaya berasal dari bahasa Cirebon, yaitu, Maja-e dan Langka. Maja-e memiliki arti buah maja. Sedangkan langka berarti hilang atau tidak ada. Mengacu kepada dua kata itu, Majalengka berarti buah majanya tidak ada.
Dua kata maje-e dan langka sebagai asal usul nama Majalengka itu muncul didasarkan kepada kisah Sunan Gunung Jati yang suatu ketika memerintah Pangeran Muhammad untuk mencari buah maja. Namun setelah sampai di daerah yang kini bernama Majalengka, Pangeran Muhammad tidak menemukan buah maja.
Kabupaten Majalengka memiliki luas wilayah 1.204,24 kilometer persegi dengan populasi 1.307. 995 jiwa. Terdapat 26 kecamatan, 13 kelurahan dan 330 desa di Majalengka.
Mayoritas warga Kabupaten Majalengka beragama Islam sebesar 99,66 persen, Kristen Protestan 0, 27 persen, Katolik 0,05 persen, Budha 0, 01 persen, dan lainnya 0,01 persen.
Secara administratif Majalengka berbatasan dengan Kabupaten Indramayu di utara, sebelah selatan Garut, Tasikmalaya dan Ciamis. Sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Sumedang dan timur Cirebon serta Kuningan.
Dalam logo Kabupaten Majalengka terdapat semboyan yang berbunyi 'Sindangkasih Sugih Mukti'. Dalam bahasa Sunda, sindang berarti mampir atau singgah, kasih berarti saling mengasihi, sedangkan sugih dan mukti bisa diartikan makmur dan sejahtera.
Dengan semboyan itu, masyarakat Majalengka diharapkan hidup makmur, sejahtera, dan saling mengasihi satu sama lain.
Berikut fakta menarik Majalengka:
1. Kota Angin
Majalengka mendapat julukan kota angin sejak 1980-an. Hampir setiap hari embusan angin di Majalengka kencang. BMKG Stasiun Meteorologi Kertajati menyebutkan angin di Majalengka berembus lebih kencang dibanding daerah di sekitarnya.
Kondisi tersebut terjadi karena perbedaan tekanan udara di utara dan selatan. Selain itu, letak geografis Majalengka dekat dengan puncak Gunung Ciremai berketinggian lebih dari 3.000 meter di atas permukaan laut (mdpl) menjadi salah satu pemicu kondisi tersebut.
Kecepatan angin di Majalengka akan semakin terasa ketika memasuki musim kemarau pada periode Juli sampai Oktober yang bisa mencapai mencapai 30 knot atau 56 km per jam. Sedangkan untuk kecepatan normal embusan angin sekitar 15 knot per jam.
Saat memasuki musim hujan, angin berembus semakin kencang selama Agustus. Agustus merupakan saat kecepatan angin di Kabupaten Majalengka berada di angka maksimal.
2. Dusun Dipeluk Awan
Kabut tebal selalu memeluk Dusun Jotang, Desa Jagamulya, Kecamatan Malausma, Kabupaten Majalengka. Dari pagi, siang, sore, malam, hingga ke pagi lagi, kabut putih menyelimuti rumah-rumah penduduk.
Sinar matahari enggan menyapa perkampungan penduduk yang berdiri sejak 2014 silam itu. Jarak pandang pun menjadi terbatas, terhalang oleh kabut tebal. Awan seolah enggan melepas pelukannya.
Menurut warga, kabut tebal selalu menyelimuti Dusun Jotang setiap musim hujan seperti saat ini. Biasanya berlangsung hingga pertengahan Januari. Bahkan terkadang sampai Februari.
Dusun Jotang selalu diselimuti kabut ini berada di antara perbukitan. Meski bukan berada di lereng Gunung Ciremai, tetapi Dusun Jotang merupakan tempat relokasi warga Dusun Cigintung, Desa Cimuncang, Kecamatan Malausma, Majalengka, itu berada di dataran cukup tinggi.
“Setiap musim hujan, selalu seperti ini (Dusun Jotang diselimuti kabut). Ini full (sepanjang hari), dari pagi sampai pagi lagi, nggak ada panas matahari,” kata Kepala Dusun (Kadus) Jotang Eding Supardi diwawancara reporter iNews.id pada 2021 lalu.
Dusun Jotang berdiri sejak ratusan kepala keluarga (KK) warga Dusun Cigintung, Desa Cimuncang, Kecamatan Malausma, Kabupaten Majalengka, hijrah pada 2014 silam.
Relokasi warga Dusun Cigintung terjadi karena mereka menjadi korban bencana alam pergerakan tanah pada 2013. Rumah-rumah warga Dusun CIgintu tidak bisa ditempati lagi karena rusak parah.
3. Kampung Mati
Di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, terdapat dua kampung "mati" akibat bencana pergerakan tanah. Dua kampung itu adalah, Blok Tarikolot, Desa Sidamukti, Kecamatan Majalengka dan Dusun Cigintung, Desa Cimuncang, Kecamatan Malausma.
Kesan kampung mati sangat kental saat berkunjung ke Dusun Cigintung. Posisi bangunan yang sudah tidak tegak dan utuh lagi, ditambah semak belukar tumbuh liar di sekelilingnya.
Ada juga balai dusun, yang masih tampak berdiri, meskipun sebagian telah ambles dan lapuk lantaran tidak terurus. Selain bangunan yang masih bisa dikenali, beberapa bangunan juga hanya menyisakan reruntuhan.
Pemandangan Dusun Cigintung yang terlihat saat ini adalah dampak dari bencana alam pergerakan tanah pada 2013 silam. Masyarakat Dusun Cigintung pindah ke tempat lain dan membiarkan rumah-rumah mereka dimakan rumput dan tumbuhan liar.
Sebanyak 600 kepala keluarga (KK) warga Dusun Cigintung kini pindah ke Dusun Jotang masih berada di Desa Cimuncang, Kecamatan Malausma.
Pemandangan serupa tampak di Kampung atau Blok Tarikolot, Desa Sidamukti, Kecamatan, Kabupaten Majalengka. Kampung ini sempat viral setelah video yang merekam suasana kampung "mati" ini beredar di media sosial.
Sama seperti Dusun Cigintung, Blok Tarikolot juga berubah menjadi kampung mati akibat bencana alam pergerakan tanah pada 2006 silam.
Untuk menghindari jatuh korban, pemerintah desa merelokasi warga ke tempat lebih aman. Sebanyak 180 KK warga Blok Tarikolot dipindahkan ke Blok Buahlega pada 2009.
Di tempat baru tersebut, pemerintah menyediakan tempat tinggal bagi 253 KK. Sebab saat di Blok Tarikolot, ada beberapa rumah yang ditempati oleh lebih dari 1 KK.
Meski telah direlokasi ke Blok Buahlega, tak serta merta warga Blok Tarikolot meninggalkan kampung lama mereka. Rumah-rumah permanen dan semipermanen yang dulu mereka huni tetap dibiarkan berdiri meski sudah tidak ditempati.
Warga memanfaatkan rumah-rumah lama mereka di Blok Tarikolot menjadi kandang ayam, kambing, dan lain-lain. Otomatis, aktivitas warga Buahlega ke Tarikolot masih berlangsung.
Ketika pagi hingga siang, warga beraktivitas di Blok Tarikolot, untuk menjemur hasil pertanian, memberi pakan hewan peliharaan, dan lain-lain. Sedangkan saat malam, mereka tinggal di Blok Buahlega.
4. Genteng Jatiwangi
Jatiwangi adalah sebuah nama kecamatan di Kabupaten Majalengka. Nama itu juga identik dengan produk genteng untuk atap bangunan yang terbuat dari tanah liat. Saking melenggendanya genteng Jatiwangi, nama produk itu justru lebih terkenal dibandingkan Majalengka.
Di era 1980-1990-an, produk genteng asal Jatiwangi merajai seluruh daerah di Jawa Barat. Hampir semua toko bangunan di Jabar pasti memajang genteng Jatiwangi sebagai produk andalan.
Hubungan Jatiwangi dengan genteng sudah terjalin sangat lama, jauh sebelum Indonesia merdeka. Desa Burujul Wetan, bisa dikatakan sebagai tonggak dari popularnya Genteng Jatiwangi itu.
Ketua Museum Genteng Ila Syurkila Syarif mengatakan, produksi genteng dimulai pada 1905 silam. Adalah H Umar bin Ma'rup dan Barmawi, dua sosok yang bisa dikatakan sebagai tokoh dari munculnya genteng di Kecamatan Jatiwangi.
Saat itu, di Desa Burujul Wetan ada masjid, namanya Al Maidah. H Umar bin Maruf ingin mengganti atap rumbia dengan genteng. Lalu H Umar mengundang Barmawi, pembuat genteng dari Babakan Jawa, Kecamatan, Kabupaten Majalengka.
Tidak sekadar membuat genteng untuk atap masjid, Barmawi juga mengajarkan keterampilannya kepada warga sekitar. Akhirnya warga mahir membuat genteng.
Era 80 sampai 90-an, merupakan era kejayaan genteng Jatiwangi, Majalengka. Pada masa itu, Malaysia dan Brunai Darussalam menjadi pasar genteng Jatiwangi.
Saat itu, terdapat sekitar 600 pabrik genteng di Jatiwangi. Namun sekarang jumlah pabrik genteng tinggal 150-an. Produk atap bangunan dari bahan lain yang lebih ringan dan murah menggeser kejayaan genteng Jatiwangi.
6. Bola Sepak
Majalengka juga dikenal sebagai produsen bola sepak. Di kabupaten ini terdapat pabrik pembuatan bola sepak yang merekrut ratusan perajin. Salah satu yang terkenal adalah pabrik bola sepak bermerek Triple-S yang mendapat sertifikat FIFA sejak 1997.
Triple S merupakan singkatan dari PT Sinjaraga Santika Sport. Pabrik bola sepak ini berlokasi di Jalan Raya Pabrik Bola, Liangjulang, Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Majalengka.
Sejak Liga 1 Indonesia kembali bergulir, pabrik bola sepak di Majalengka kembali menggeliat. Bahkan Triple-S dipercaya sebagai produsen penyedia bola sepak berstandard nasional dan jadi bola official Liga 1 Indonesia.
Bank Rakyat Indonesia (BRI) sponsor utama Liga 1 Indonesia juga menunjuk Triple-S sebagai penyedia bola merchandise gelaran sepak bola nomor wahid di Tanah Air itu.
Bola asal Majalengka pernah meramaikan Piala Dunia Perancis 1998. Untuk tembus ajang Piala Dunia, bola sepak dari Majalengka harus lolos tujuh uji kelayakan, antara lain, shape and size retention, loss of pressure, weight, water absorption (sarapan air), rebound (pantulan bola), sphericy, dan circumference.
Bola yang ditulisi Triple S Made in Indonesia itu juga jadi cinderamata, sponsor, dan sebagainya dalam rangkaian gelaran Piala Dunia Brasil 2014.
Bukan saja di Piala Dunia, bola Triple S juga digunakan di Piala Eropa. Selain perhelatan akbar, Triple S juga sering mendapatkan pesanan dari Uni Emirat Arab, Amerika Latin, Jepang, Brasil, dan Korea.
Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) berada di Kecamatan Kertajati, menjadi kebanggaan warga Kabupaten Majalengka. Bandar udara ini terbesar kedua di Indonesia setelah Bandara Soekarno-Hatta.
BIJB Kertajati dikelola oleh PT Bandar Udara Internasional Jawa Barat (PT BIJB), sebuah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang dibentuk Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Perda No. 22 Tahun 2013. Kemudian, PT BIJB didirikan pada 24 November 2014.
PT BIJB bertanggung jawab untuk pembangunan sisi darat dan pengembangan serta pengoperasian BIJB Kertajati. Selain itu mengembangkan kawasan aerocity untuk menunjang perekonomian di sekitarnya.
BIJB Ketajati dan aerocity diharapkan menjadi masa depan layanan penerbangan yang didukung sistem terintegrasi aksesibilitas jalan raya, kecepatan kereta api, dan pelabuhan.
Kelak, semua penerbangan internasional dari Jawa Barat akan dilayani oleh BIJB Kertajati. Selain Tol Cikopo-Palimanan (Cipali), bandara ini dapat dijangkau lebih cepat melalui Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu).
8. Segitiga Emas Rebana
Segitiga Emas rebana Cirebon, Subang, Majalengka ini dinilai menjadi kawasan industri baru yang akan menjadi masa depan ekonomi Jawa Barat. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengangkat wacana pengembangan kawasan Segitiga Rebana yang merupakan kepanjangan dari Cirebon-Majalengka-Subang.
Kang Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil, memaparkan konsep pembangunan kawasan Segitiga Rebana sebagai salah satu daerah penyumbang agregat pertumbuhan ekonomi nasional.
Terlebih, sebagian besar atau 60 persen industri manufaktur nasional berada di Jabar. Karenanya, Kang Emil juga meminta Bappenas membantu Jabar mengembangkan kawasan Segitiga Rebana, terutama untuk studi kelayakannya.
Dia yakin, Segitiga Rebana bakal mendorong pertumbuhan ekonomi Jabar, termasuk nasional. Segitiga Rebana diproyeksikan memiliki 10 kawasan industri ini akan menyerap sedikitnya 5 juta tenaga kerja.
Aksesibilitas Segitiga Rebana sangat memadai, dari BIJB Kertajati, Pelabuhan Patimban, jalur kereta api, jalan Tol Cisumdawu, hingga upah karyawan yang relatif masih terjangaku oleh industri.
Jika Segitiga Rebana hadir dan berkembang, akan lahir Rebana Metropolitan di wilayah utara atau timur laut Provinsi Jabar. Rebana Metropolitan meliputi, Kabupaten Sumedang, Majalengka, Cirebon, Subang, Indramayu, Kuningan, serta Kota Cirebon.
Penduduk di kawasan Rebana Metropolitan berjumlah 9,28 juta atau sekitar 18,82 persen dari total 49,3 juta jiwa penduduk Jabar pada 2019. Sebagai jantung pertumbuhan kawasan ini, ada Pelabuhan Patimban di Kabupaten Subang dan BIJB Kertajati di Kabupaten Majalengka.
Editor: Agus Warsudi