Dituduh Lakukan KDRT Psikis terhadap Anne Ratna Mustika, Begini Jawaban Dedi Mulyadi
PURWAKARTA, iNews.id - Sidang perceraian Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika dan Dedi Mulyadi di Pengadilan Agama (PA) Purwakarta, masuk dalam agenda mediasi dan pokok perkara Rabu (16/11/2022) lalu. Dalam pokok perkara, Anne Ratna Mustika menuduh suaminya Dedi Mulyadi melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) psikis.
Dituduh melakukan KDRT psikis, Kang Dedi, sapaan akrab Dedi Mulyadi memberikan jawaban secara santai. Kang Dedi mengatakan, dalam undang-undang disebutkan, terdapat tiga ciri wanita atau istri yang mengalami KDRT psikis.
Pertama, murung secara terus menerus. Kedua, kehilangan kepercayaan diri, dan letoha. tidak bisa mengambil keputusan. Dilihat dari tiga ciri tersebut, kata Kang Dedi, tentu Neng Anne yang kini menjadi Bupati Purwakarta tidak mengalami KDRT psikis.
“Pertanyaannya adalah, apakah ada tanda-tanda itu pada Ambu Anne (Anne Ratna Mustika)? Murung terus, tidak bisa mengambil keputusan, kehilangan percaya diri. Menurut saya terbalik. Ambu sebagai bupati saat ini justru sangat pede (percaya diri),” kata Kang Dedi.
Kang Dedi juga mempertanyakan apa yang kurang dari sisi ekonomi keluarga. Menurut dia, semua sudah tercukupi. Terlebih Neng Anne, sapaan akrab Anne Ratna Mustika, sebagai bupati difasilitasi negara, mulai dari makan, minum, mobil, pakaian, hingga ajudan.
Kemudian, kata Dedi, ketiga anaknya pun hidup serba berkecukupan. Anak pertama sebentar lagi menyelesaikan kuliah di salah satu PTN di Bandung. Begitu juga anak kedua yang baru masuk PTS di Bandung dibiayai oleh Kang Dedi.
“Anak yang paling besar sudah hampir selesai di Unpad. Yang kedua masuk di Unpar fakultas hukum. Biayanya dari mulai uang masuk sampai biaya kos, saya yang jamin. Yang bungsu lagi lucu-lucunya diasuh oleh Teh Elis. Biaya pengasuhan, gaji tiap bulan saya yang menjamin karena tanggung jawab saya sebagai kepala keluarga,” ujar Kang Dedi.
Tidak hanya itu sejumlah aset keluarga pun sangat mencukupi untuk anak cucu. Seperti di Pasawahan yang menjadi rumah keluarga dan tempat anak-anak dibesarkan. Begitu juga rumah di Wanayasa yang juga sangat layak.
“Itu saya urus tiap hari dan bayar pajak juga listrik yang setiap bulan lebih dari Rp20 juta. Itu saya yang bayar. Di situ lah hidup saling bersama, saling berbagi, urusan beras sudah ditanggung negara, urusan lain saya yang nanggung termasuk aset-aset anak saya untuk masa depan,” tuturnya.
Sebagai pemimpin, kata Kang Dedi, sudah sepatutnya tidak lagi memikirkan diri sendiri. Namun yang lebih penting seorang pemimpin harus memikirkan kepentingan rakyat yang saat ini masih banyak mengalami kesusahan mulai dari pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga urusan usia muda menjadi PSK untuk menyambung hidup.
“Itu yang harus kita pikirkan. Karena pemimpin itu sudah tidak boleh lagi memikirkan dirinya. Pemimpin itu ditugaskan memikirkan rakyat,” ucap mantan Bupati Purwakarta dua periode ini.
Terakhir, Kang Dedi juga berbicara tuduhan Neng Anne soal syariat Islam. Terkait hal tersebut Kang Dedi yang juga aktif di berbagai organisasi Islam, seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Kang Dedi mempertanyakan, Neng Anne pergi umrah bersama keluarga termasuk anak kedua dan guru ngaji tidak meminta izin terlebih dahulu kepada Kang Dedi yang masih berstatus suami.
“Guru ngajinya seharusnya bertanya pada saya sebagai suami. Ini istri mau pergi dengan saya bagaimana boleh atau tidak. Tugas guru ngaji itu mendamaikan bukan memberikan hukuman kepada seseorang," ujar Kang Dedi.
"Jadi misal ada murid di pengajiannya bermasalah, tugas guru ngaji mendamaikan. Telepon saya ‘ini istrinya ngadu ini’, begitu. Bukan sekadar ngasih air doa agar anaknya lupa sama bapaknya. Itu tidak boleh,” tutur Wakil Ketua Komisi IV DPR itu.
Diketahui, Kang Dedi datang ke PA Purwakarta tidak menggunakan mobil pribadi dan iket putih yang menjadi ciri khasnya. Dia datang diantar oleh seorang tukang ojek online.
Sesampainya di pengadilan, Kang Dedi masuk ke ruang mediasi. Di tempat tersebut sudah hadir Anne Ratna Mustika selaku pihak yang menggugat cerai. Tak lama mediasi pun dilanjut ke materi sidang pokok perkara.
Ditemui seusai sidang, Neng Anne mengatakan, soal pokok materi gugatan. Pertama adalah soal rumah tangganya bermasalah sejak beberapa tahun belakangan. “Sehingga jalan akhirnya gugatan cerai,” kata Anne Ratna Mustika.
Menurut Neng Anne, perselisihan terjadi karena soal manajemen keuangan rumah tangga yang dianggap tidak terbuka. Kemudian Kang Dedi dianggap tidak memberikan nafkah lahir dan batin kepadanya.
Anne merasa mengalami kekerasan verbal atau KDRT secara psikis. “Itu yang menyebabkan perselisihan terus menerus dalam ruma tangga kami. Sehingga tadi mediasi tidak ada kesepakatan dan langsung masuk ke pokok perkara,” ujar Neng Anne.
Setelah Anne Ratna Mustika meninggalkan PA Purwakarta, Kang Dedi memberikan keterangan kepada wartawan. Menurut Kang Dedi, tidak sepenuhnya mediasi gagal. Sebab dalam mediasi perkara, hak asuh anak yang semula menjadi pokok perkara berhasil diselesaikan, sehingga anak menjadi hak kedua belah pihak.
“Saya sebenarnya menghadapi seorang istri yang baik. Menurut saya, ambu itu adalah istri yang baik, cuma ambu itu sayang kepada keluarganya. Kemudian sangat hormat dan patuh kepada gurunya. Itu yang menjadi sesuatu barangkali kegelisahan dia antara ketaatan kepada guru dan ketaatan pada suami,” ucap Kang Dedi.
Editor: Agus Warsudi