Cerita Warga Majalengka Putus Mata Rantai Penyebaran Covid-19 setelah Keluarga Terkonfirmasi Positif
MAJALENGKA, iNews.id - Pemerintah daerah telah mengeluarkan sejumlah kebijakan dalam rangka pencegah penyebaran Covid- 19 di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Kebijakan-kebijakan itu di antaranya penelusuruan terhadap warga yang kontak erat dengan terkonfirmasi positif dan penanganan kepada mereka yang positif.
Namun di lapangan, kebijakan-kebijakan itu tidak selalu berjalan secara ideal. Banyak kabar beredar, warga masih kesulitan memutus mata rantai penyebaran Covid-19 dengan melakukan tes, setelah keluarga positif Covid-19. Selain itu, tidak sedikit yang menjalani isolasi mandiri setelah 'divonis' terkonfirmasi positif kategori Orang Tanpa Gejala (OTG) mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Salah satu warga Desa Jatitujuh, Kecamatan Jatitujuh, memiliki pengalaman, kenyataan di lapangan belum seideal kebijakan dari pemda. Warga tersebut mengaku sudah mengalami kesulitan saat berinisiatif untuk melakukan tes swab setelah ada keluarganya yang terkonfirmasi positif.
"Istri saya terkonfirmasi positif, hasil tes swab mandiri. Dari sana, saya minta rekomendasi tes swab gratis ke puskesmas, tidak dilayani. Setelah marah, baru dilayani. Ketika ada anggota keluarga yang positif, Satgas seharusnya melakukan tes swab anggota keluarga lainnya sebagai kontak erat," kata warga tersebut yang minta namanya dirahasiakan.
Menurut warga tersebut, saat itu pihak puskesmas hanya mengatakan, akan merekomendasikan tes swab gratis bagi warga yang terkena gejala Covid-19. Keterangan tersebut langsung dipertanyakannya.
"Lalu saya bilang, apa fungsinya tracking? Sementara secara de facto di lingkungan keluarga saya sudah ada yang positif. Masihkah menunggu yang terpapar lagi? Saya punya hak sehat, anggaran antisipasi pandemi Covid-19 besar. Bagaimana realisasi dari kebijakan itu," katanya.
Dari sana, akhirnya ada undangan dari BPBD Kabupaten Majalengka untuk dilakukan pemeriksaan swab. Dari hasil swab itu diketahui bahwa yang bersangkutan bersama dua anaknya terkonfirmasi positif. Namun, seluruh anggota keluarganya masuk kategori OTG. "Karena itu, kami isolasi mandiri," ujarnya.
Setelah memutuskan untuk isolasi mandiri, lanjut dia, permasalahan baru kembali datang. Dia mengaku mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari selama menjalani isolasi mandiri.
"Dari mana kami bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari? Satu sisi kami harus isolasi, di sisi lain, kebutuhan sehari-hari kami bagaimana," katanya.
"Terbaru kami baca berita bahwa warga yang terkonfirmasi positif dijamin Rp45.000 per hari. Nyatanya, dari tanggal 6 kami isolasi, tidak ada apa pun dari pemerintah, khususnya pemdes," ujarnya.
Menurut dia, dalam menjalani isolasi mandiri, jaminan biaya hidup Rp45.000 per hari bukan yang utama. Apalagi, dalam satu hari dibutuhkan di atas Rp100.000 untuk pemenuhan makan.
"Yang jadi fokus kami, bagaimana pemerintah memastikan hak-hak warga yang terkonfirmasi positif, yang lagi isolasi mandiri," katanya.
Dia berharap, ke depan pemerintah lebih serius lagi dalam mengawal setiap kebijakan yang dikeluarkannya. Dengan demikian, penanganan Covid-19 benar-benar bisa berjalan dengan maksimal.
Editor: Maria Christina