Benda Kuno di Masjid Darussalam Majalengka, Pembohong Duduk di Kursi Ini Akan Ketahuan
MAJALENGKA, iNews.id - Kabupaten Majalengka menjadi salah satu daerah tempat berdakwah Sunan Gunung Djati. Masjid Darussalam menjadi salah satu saksi bisu atas penyebaran agama Islam oleh salah seorang dari Wali Sanga itu di Majalengka.
Beberapa benda peninggalan zaman dulu pun masih tersimpan baik di masjid yang berada di Desa Karangsambung, Kecamatan Kadipaten. Benda-benda seperti tombak, tongkat kayu, tongkat rotan juga kursi, mengisyaratkan bahwa Masjid Darusslam memiliki peran vital dalam penyebaran agama Islam di Majalengka.
Dari semua benda kuno yang tersimpan, terdapat sebuah kursi jati yang memiliki cerita cukup unik. Selintas kursi yang tersimpan di salah satu satu sudut masjid dengan dibungkus kain putih itu terkesan biasa saja. Namun tidak demikian dengan cerita yang berkembang di tengah masyarakat. Kursi itu sering digunakan untuk khutbah oleh salah satu tokoh penyebar agama Islam yang juga pembantu dari Sunan Gunung Djati, yakni Ki Gedeng Sawit.
Tidak hanya untuk khutbah, konon kabarnya kursi itu pun juga digunakan untuk menyumpah atau mengadili warga yang melakukan pelanggaran hukum. Karena zaman dulu, Masjid Darussalam menjadi tempat untuk mengadili seseorang.
“Zaman dulu suka dibikin untuk sumpah. Yang bohong, nggak ngaku, didudukan di kursi itu. Kalau nggak ngaku teh (padahal dia melakukan), pantatanya bisa rapat, nggak mau lepas dari kursi,” kata pengurus Masjid Darussalam, Wahdiyat.
“Sekarang udah nggak dipake lagi buat nyidang, dilarang sama pemerintah. Jadi disimpen di gudang, dibungkus sama kain, biar nggak cepet rusak. Benda-benda itu biasa dicuci pada bulan Maulid,” terang dia yang biasa disapa Abah.
Adapun benda-benda kuno lainnya, menurut Abah, sampai saat ini tidak mengetahui secara persis fungsinya untuk apa.
Sementara itu, berdasarkan buku sejarah Masjid Darussalam, sekitar abad ke-14, Sunan Gunung Djati diperintahkan Sultan Demak untuk menyebar luaskan agama Islam di daerah Jawa bagian barat. Dalam menjalankan tugas dari Sultan Demak itu, Sunan Gunung Djati dibantu oleh sejumlah pembantunya, yang disebut Ki Gedeng.
Desa Karangsambung, Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat adalah salah satu daerah yang disinggahi Sunan Gunung Djati dan pembantunya. Di sana, mereka juga coba mendamaikan warga setempat yang sempat bertikai.
Setelah masyarakat setempat bersatu, para pengikut Sunan Gunung Djati membangun masjid, yang sekarang disebut Masjid Darussalam, di Desa Karangsambung. Selanjutnya, ada dua murid Sunan Gunung Djati yang tinggal di Karangsambung, sekaligus mengurus Masjid Darussalam.
“Menurut sejarah, ini dibangun pada abad ke-14 oleh Murid Sunan Gunung Djati. Katanya ada tiga masjid yang dibangun secara bersamaan. Pertama di Cirebon, lalu di Banten, dan terakhir di sini. Yang ini dibangunnya terakhir, sudah mepet ke waktu Subuh,” ujar Abah.
Saat awal dibangun, jelas dia, Masjid itu memiliki luas sekitar 10x10 meter. Dengan luas itu, masjid memiliki empat tiang, yang salah satunya dibuat dari kayu jati.
“Awalnya, kayunya cuma untuk tiga tiang saja. Lalu, mereka melihat ada tumpukan tatal (limbah kayu), terus ditata jadi tiang. Itu cerita yang kami dengar. Ya, namnya wali kan, punya kemampuan yang mungkin susah dipercaya,” tuturnya.
Kini, dalam perjalanannya, masjid tersebut mengalami penambahan luas. Namun, bangunan awal masjid tidak mengalami perubahan, begitu juga dengan empat tiang, yang satu di antaranya terbuat dari limbah kayu, bukan kayu jati utuh seperti tiga tiang lainnya.
Dari catatan, masjid setidaknya sudah direnovasi sebanyak tujuh kali, yakni 1932, 1953, 1965, 1975, 1983,2003, dan 2012.
“Bangunan bawaan (sesuai awalnya) mah tidak dibongkar, tetap ada. Namun, kaya tiang, awalnya mah bagian bawahnya teh tembok bata, sekarang diganti keramik. Tapi tetap, kayunya mah nggak diganti. Bagian atas, dulunya pake bilik, sekarang diganti,” ucapnya.
Editor: Asep Supiandi