Awal Tradisi Kuda Kosong di Cianjur, Bentuk Penghormatan Adik ke Kakak
CIANJUR, iNews.id - Kabupaten Cianjur memiliki tradisi kuat dan masih dilestarikan sampai saat ini. Salah satu dari banyaknya tradisi dan kebudayaan Cianjur, yaitu Kuda Kosong.
Kuda Kosong adalah salah satu tradisi yang masih jadi primadona bagi masyarakat Cianjur. Hampir setiap tahunnya, di saat Hari Jadi Cianjur dan Hari Ulang Tahun RI, Kuda Kosong selalu tampil di depan dalam helaran festival.
Konon menurut cerita turun temurun, tradisi Kuda Kosong berkaitan dengan sisi kecerdasan dan kerendahan hati dari leluhur Sunda di Cianjur, saat diberikan hadiah kuda yang gagah oleh Raja Mataram yang saat itu berkuasa di Tatar Pasundan.
Tradisi Kuda Kosong saat itu menjadi penanda berdirinya daerah Cianjur. Saat itu pemimpin tertinggi di Cianjur Raden Kanjeng Aria Wiratanudatar mendapat panggilan dari Raja Mataram untuk memberikan upeti, sebagai tanda berdirinya wilayah baru di tanah Sunda.
Sebagai pemimpin tertinggi di daerah tersebut, Raden Kanjeng Aria Wiratanudatar (Dalem Cianjur) mengutus adiknya yang bernama Aria Natadimanggala untuk menyerahkan persembahan berupa 3 butir padi, 3 butir pedes (lada) dan 3 buah cabai rawit.
Lalu berangkatlah Aria Natadimanggala ke kerajaan Mataram dengan berjalan kaki dan membawa pasukan hingga berhari-hari.
Upeti yang terbilang sedikit itu justru dimaklumi oleh Raja Mataram, bahkan saat hendak kembali ke Cianjur Aria Natadimanggala diberikan tiga buah balasan berupa seekor kuda, sebilah keris dan pohon saparantu (salah pohon langka).
Merasa mendapat amanah dengan segala kerendahan hatinya, Aria Natadimanggala berupaya menjaga hadiah tersebut hingga enggan untuk menaikinya karena merasa hadiah tersebut untuk sang kakak yang begitu dihormatinya.
Sesampainya di Cianjur, kuda tersebut diarak mengelilingi kota Cianjur dan menjadi kebanggaan bagi masyarakat di sana.
Dari situlah, penamaan istilah Kuda Kosong berawal pada saat Aria Natadimanggala membawa kuda pemberiannya dari Mataram ke Cianjur dengan tidak ditunggangi.
Dari sejarah tersebut, lalu Cianjur menghasilkan tradisi yang disebut Kuda Kosong. Konon, pada saat menggelar tradisi kuda kosong, kuda tersebut sedang ditunggangi oleh Eyang Suryakencana, yang merupakan anak dari hasil pernikahan Raden Aria Wiratanudatar dengan putri jin.
Adapun dalam helarannya dibutuhkan sejumlah peralatan dan perlengkapan seperti penutup badan kuda, aksesoris kepala dan kaki, serta bunga wana-warni.
Selain itu, turut digunakan payung untuk memayungi Bupati Cianjur dan memayungi kuda, pakaian penuntun kuda, dan perlengkapan para prajurit yang membawa upeti berupa keris dan pohon saparantu.
Hingga saat ini tradisi Kuda Kosong terus digelar setahun sekali setiap tanggal 19 Agustus dalam Helaran Seni dan Budaya.
Sebagian warga masyarakat ada yang menyebutnya pawai 17 Agustusan, karena berbarengan dengan momen HUT RI. Namun banyak juga warga yang tidak tahu hari jadi Kabupaten Cianjur yang jatuh tanggal 12 Juli.
Editor: Asep Supiandi