Ali Mochtar Ngabalin Sebut Vonis Mati Ferdy Sambo Bisa Berubah

BANDUNG BARAT, iNews.id - Tenaga Ahli Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Ali Mochtar Ngabalin menyebutkan vonis mati Ferdy Sambo bisa berubah. Sebab, hukuman mati tidak bisa langsung diterapkan dan butuh waktu lama untuk melakukan eksekusi.
"Keputusannya sudah jatuh dan tetap, tidak bisa diintervensi. Namun bagi yang dijatuhkan hukuman ada proses yang bisa dilalui lagi, misalnya banding dan yang lainnya," kata Tenaga Ahli KSP kepada wartawan di Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Rabu (15/2/2023).
Ali Mochtar Ngabalin menilai, vonis mati terhadap eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo itu bisa berubah karena ada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru.
Dalam aturan itu disebutkan seorang terpidana mati status hukumannya bisa berubah menjadi seumur hidup setelah 10 tahun menjalani masa percobaan, asalkan berkelakuan baik dan syarat lain.
Hal tersebut bisa saja terjadi jika dia tetap menjalani masa hukumannya dan pengacara mengajukan banding hingga Peninjauan Kembali (PK). Selama prosesnya bisa saja pada waktu tertentu mengajukan PK, sehingga hak-hak itu tetap ada dan dijamin dalam undang-undang.
Namun dirinya meminta masyarakat untuk tidak perlu khawatir terkait vonis mati Ferdy Sambo yang merupakan terpidana dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat.
Walaupun KUHP tersebut sudah disahkan pada Januari 2023 lalu, tapi akan berlaku tiga tahun sejak resmi diundangkan atau pada Januari 2026 mendatang.
"Itu biasa, tidak perlu ada orang yang mengkritik, menuduh, atau dijadikan sebagai bahan untuk membully pemerintah, saya kira tidak tepat," ujar Ali Mochtar Ngabalin.
Tenaga Ahli KSP menuturkan, hukuman mati tersebut tidak bisa diterapkan begitu saja karena butuh waktu lama untuk melakukan eksekusi hingga 10 tahun atau lebih.
Tapi tidak juga digiring narasi kalau karena kekuatan uang bisa mengubah hukuman kepada Ferdy Sambo.
"Jangan juga dikembangkan bahwa dengan uang, Ferdy Sambo bisa membayar hingga kemudian menjadi pertimbangan untuk dikurangi hukumannya," tutur Tenaga Ahli KSP.
Editor: Agus Warsudi