Aktivitas Tambang Merajalela Ancam Sumber Mata Air 2 Desa di Cipatat KBB
BANDUNG BARAT, iNews.id - Sumber mata air di Desa Cipatat dan Desa Ciptaharja, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat (KBB), semakin terancam oleh aktivitas tambang. Padahal sumber mata air itu digunakan untuk kebutuhan sehari-hari warga dan pertanian.
Ancaman tersebut khususnya dari aktivitas tambang batu kapur di Pegunungan Sanghyang, yang tidak jauh dari kedua desa. Sebab masifnya tambang di Leuweng Hideung, Gunung Guha, Gunung Balukbuk, serta Pasir Batununggal membuat mata air dan debit sungai dari tahun ke tahun terus menurun.
"Tiap tahun debit air sungai dan mata air terus menurun, kalau aktivitas tambang terus dilakukan sepuluh tahun ke depan mungkin air bisa sulit didapatkan di sini," kata salah seorang petani di Kampung Sirnagalih, Desa Ciptaharja, Jeje (50), Kamis (18/8/2022).
Berdasarkan informasi Gunung Sanghyang dan Leuweung Hideung merupakan hulu dari lima sumber mata air besar. Yakni mengalir ke mata air Cipaneguh, mata air Pasir Sepat, mata air Cisaladah, mata air Ciketung, dan mata air Cijawer.
Sumber mata air itu dipakai untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat, termasuk dimanfaatkan untuk pertanian. Seperti di kampung Pojok, Kampung Cijuhung, Kampung Sirnagalih, Kampung Cibarengkok, Kampung Lapingsari dan Kampung Gunung Batu Desa Ciptaharja. Serta sebagian wilayah Desa Cipatat.
"Dikarenalan pasokan air yang semakin berkurang, maka kebanyakan sawah kini beralih jadi tadah hujan sehingga panen dalam setahun hanya sekali, dua kali itu udah bagus," tuturnya.
Tokoh Pemuda Kampung Sirnagalih, Ibnu Faruqi (25) menilai, banyaknya aktivitas tambang yang berada di dekat daerah lindung Kawasan Bentangan Alam Karst (KBAK) akan sangat berpengaruh terhadap zona lindung. Batuan karst menyimpan cadangan air di bawahnya sehingga kalau di tambang maka sumber airnya akan terganggu.
"Pemanfaatan ekonomi di dekat zona lindungan harus yang mengedepankan prinsip ekonomi berkelanjutan bukan eksploitasi seperti tambang. Ini harus dipikirkan oleh pemerintah, selaku pemilik kebijakan," ujarnya.
Editor: Asep Supiandi