Weekend Story: Banjir Kembali Datang, Bencana Alam atau Gagalnya Tata Kelola ? (Foto: iNews.id

JAKARTA, iNews.id - Banjir tahunan kembali menjadi pemandangan yang tidak asing di berbagai daerah, seperti Karawang, Sukabumi dan Bandung, termasuk Jabodetabek. Ribuan warga terdampak, infrastruktur lumpuh dan kerugian ekonomi pun terus bertambah. 

Tahun demi tahun, bencana ini datang seperti siklus yang tidak terhindarkan, tanpa ada perubahan nyata dalam solusi yang ditawarkan.  

Masalah banjir tidak bisa lagi dianggap sebagai sekadar bencana alam, melainkan cerminan dari lemahnya tata kelola lingkungan dan perencanaan tata ruang yang tidak efektif. 

Alih fungsi lahan secara masif untuk pembangunan perumahan atau kawasan industri sering kali mengabaikan keberadaan daerah resapan air. 

Infografis Weekend Story : Banjir Kembali Datang, Bencana Alam atau Gagalnya Tata Kelola ? (Foto: iNews.id)

Situasi ini semakin diperburuk oleh buruknya infrastruktur drainase dan penumpukan sampah yang menyumbat saluran air serta sungai.  

Di sisi lain, minimnya keseriusan dalam mitigasi bencana juga menjadi penyebab utama mengapa banjir terus terjadi. Program penanganan banjir sering kali hanya bersifat tanggap darurat tanpa menyentuh akar permasalahan. 

Koordinasi antarinstansi yang lemah, serta kurangnya keberlanjutan dalam implementasi kebijakan lingkungan, membuat masyarakat harus menanggung akibatnya.  

Situasi ini bukan tanpa harapan. Ada beberapa langkah nyata yang bisa dilakukan untuk memutus siklus banjir tahunan. Pemerintah harus mempertegas penegakan hukum terhadap pelanggaran tata ruang dan mempercepat pembangunan infrastruktur pengendali banjir seperti waduk dan tanggul. 

Selain itu, kesadaran masyarakat juga perlu ditingkatkan, terutama dalam menjaga kebersihan lingkungan dan tidak membuang sampah sembarangan.  

Banjir tahunan seharusnya menjadi pelajaran bahwa menjaga keseimbangan antara pembangunan dan kelestarian lingkungan bukanlah pilihan, melainkan kebutuhan mendesak. Jika semua pihak dapat bersinergi dan melaksanakan langkah-langkah konkret, bukan tidak mungkin dapat keluar dari siklus buruk ini serta menuju masa depan lebih aman dan berkelanjutan.  

4 Bangunan di Puncak Bogor Disegel, Diduga Biang Kerok Banjir Jakarta

Empat bangunan yang berada di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor disegel dalam rangka pengawasan. Bangunan tersebut diduga melanggar aturan dan menjadi salah satu penyebab banjir yang terjadi di wilayah Jakarta beberapa hari lalu.

Penyegelan itu dilakukan dengan pemasangan plang oleh Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas), Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dan Bupati Bogor Rudy Susmanto, Kamis (6/3/2025).

Empat lokasi yang disegel, yakni Pabrik Teh Ciliwung, Hibisc Fantasy Puncak, bangunan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I Regional 2 Agro Wisata Gunung Mas dan Eiger Adventure Land. 

Banjir Jakarta dan Sekitarnya

Banjir di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, melanda 16 kecamatan dan 51 desa hingga Rabu (5/3/2025). Banjir tersebut berdampak terhadap 61.648 jiwa, dan 48.207 di antaranya terpaksa mengungsi.

Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang mengatakan, berdasarkan data BPBD Kabupaten Bekasi wilayah yang paling parah terdampak banjir yakni Desa Sukamekar, Desa Buni Bakti, Desa Kedung Pengawas, serta beberapa desa di Kecamatan Cikarang Selatan, Setu dan Cibarusah.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi DKI Jakarta mencatat 4.258 warga mengungsi akibat banjir yang melanda sejak Senin (3/3/2025). Para pengungsi tersebar di 25 lokasi.  

Pengungsi terbanyak berada di wilayah Kelurahan Pengadegan, Jakarta Selatan dan Bidara Cina, Jakarta Timur. "Total pengungsi 4.258 jiwa tersebar di 25 titik tenda pengungsian," ujar Kapusdatin BPBD Provinsi DKI Jakarta, M Yohan di Jakarta, Rabu (5/3/2025).

Waspada Cuaca Ekstrem

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengingatkan, hujan sangat lebat hingga ekstrem masih berpotensi terjadi di berbagai wilayah Indonesia hingga akhir Maret 2025. Masyarakat diimbau untuk selalu waspada dan siaga untuk mengantisipasi dampak dari cuaca ekstrem. 

“Kalau kemarin itu kan peralihan antara musim hujan ke musim kemarau ya sekitar Maret ke April itu bisa terjadi cuaca ekstrem tapi durasinya pendek sehingga diharapkan tidak terjadi bencana,” kata Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, Rabu (5/3/2025). 

Bahkan, cuaca ekstrem diperkirakan terjadi pada Lebaran atau Idul Fitri 2025. Menurut Dwikorita cuaca ekstrem terjadi karena adanya transisi pancaroba atau peralihan dari musim hujan ke kemarau. Namun, ia memastikan cuaca ekstrem akan mereda pada akhir Maret ke April.


Editor : Kurnia Illahi

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network