CIREBON, iNews.id - Warga Kota Cirebon, Jawa Barat mengeluhkan kenaikan PBB hingga 1.000 persen. Kenaikan pajak tersebut dinilai sangat memberatkan.
Warga Cirebon, Surya Pranata mengungkapkan, tagihan PBB melonjak drastis dari Rp6,2 juta pada 2023 menjadi Rp65 juta pada 2024.
“Tagihan ini sangat tidak masuk akal. Cara menghitungnya bermasalah. Kalau wajar, saya nggak ada di sini. Makanya kita lawan, kita tolak, minta dicabut,” kata Surya, Kamis (14/8/2025).
Dia juga mengkritik program stimulus, diskon, dan iming-iming keringanan yang disosialisasikan pemerintah, yang dinilainya sebagai bentuk pembodohan rakyat. “Itu cara menghitungnya nggak betul, tidak transparan. Rakyat diiming-imingi diskon,” ujarnya.
Warga yang tergabung dalam Paguyuban Pelangi Cirebon juga menyuarakan penolakan. Juru bicara paguyuban warga, Hetta Mahendrati, menyebut perjuangan telah dilakukan sejak Januari 2024 melalui hearing di DPRD, aksi unjuk rasa, hingga pengajuan judicial review (JR) yang akhirnya ditolak pada Desember lalu.
Menurut Hetta, kenaikan PBB berdasarkan perda tersebut berkisar antara 150 persen hingga 1.000 persen, bahkan ada kasus ekstrem yang mencapai 100.000 persen akibat kesalahan pemerintah, namun tetap dibebankan kepada warga.
“Tahun 2023 kita baru selesai pandemi, apakah bijak menaikkan hingga 1.000 persen? Pemerintah bilang ekonomi naik 10 persen, tapi dari mana? Dari titik nol?” ujarnya.
Bantah PBB Naik 1.000 Persen
Wali Kota Cirebon, Effendi Edo, membantah kenaikan PBB yang mencapai 1.000 persen. Menurutnya, informasi tersebut tidak sepenuhnya benar. “Artinya 1.000 persen itu tidak benar. Kalau kenaikan ada, tapi tidak sampai 1.000 persen,” ujar Edo di Balai Kota, Kamis (14/8/2025).
Edo menjelaskan, kenaikan PBB tersebut sebenarnya telah ditetapkan sejak satu tahun lalu, sebelum dirinya menjabat sebagai wali kota.
Sejak memimpin lima bulan lalu, Edo mengaku sudah membahas persoalan ini secara internal selama sebulan terakhir untuk mencari solusi.
“Mudah-mudahan minggu ini kita sudah tahu formulasi yang sesuai dengan keinginan masyarakat. Artinya ada perubahan, Insyaallah,” ucapnya.
Menurut Edo, formula kenaikan PBB berasal dari delapan opsi yang diberikan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), lalu dipadukan oleh Pemkot Cirebon sehingga tarifnya bervariasi.
Landasan hukumnya adalah Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024, yang disahkan saat Kota Cirebon masih dipimpin Penjabat (Pj) Wali Kota.
“Soal warga yang punya bukti PBB 2023 kemudian naik drastis di tahun berikutnya, monggo, itu semuanya dari Depdagri,” katanya.
Meski demikian, Edo tidak menutup kemungkinan melakukan revisi perda jika hasil kajian dan evaluasi menyatakan perlu perubahan. “Saya terbuka sekali melakukan audiensi dengan masyarakat yang merasa terdampak,” katanya.
Editor : Kastolani Marzuki
Artikel Terkait