KEPUTUSAN Lilis Komariah keluar dari zona nyaman tak pernah disangka akan membawa keberuntungan bagi keluarga, lingkungan, dan orang banyak. Lilis sukses membangun bisnis kuliner Rujak Cireng beromset ratusan juta rupiah hanya mengandalkan penjualan secara online.
Belasan tahun lalu, Lilis hanyalah seorang ibu rumah tangga yang berprofesi sebagai pegawai hotel yang ingin memiliki usaha sendiri. Mimpinya kala itu, mempunyai usaha kuliner penganan khas Bandung.
Lilis kemudian memutuskan keluar dari pekerjaannya demi merintis usaha kue basah di salah satu sudut Kota Bandung. Keahliannya mengolah kue, dia pertaruhkan untuk membangun masa depan ekonomi keluarganya.
Dua tahun berjalan, Lilis merasa tantangan bisnis kue basah semakin berat. Salah satunya karena daya tahan produk yang hanya hitungan jam. Kondisi ini membuat keuntungan yang didapat sangat sedikit. Pada medio 2012, Lilis memutuskan mencoba berimprovisasi mengolah makanan tradisional cireng.
Bermodalkan Rp200.000, Lilis meramu cireng agar lebih kenyal dan yumi di lidah. Cireng frozen buatannya awalnya cukup menarik minat konsumen. Namun Lilis tak berpuas diri. Ibu dua anak ini tak ingin produknya sekadar cireng tanpa inovasi, hambar dinikmati.
Lilis lalu mencoba menggabungkan cireng dengan makanan tradisional lainnya bernama rujak. Cireng dipadukan dengan sambal rujak, lalu dicocol, layaknya makan rujak buah. Inovasi dua makanan tradisional ini dia sebut rujak cireng yang hingga saat ini menjadi best seller Cireng LS.
"Tidak mudah menemukan komposisi rujak cireng yang saat ini bisa dinikmati pelanggan. Cukup lama, pernah beberapa kali gagal dan kurang pas di lidah. Apalagi ini memadukan dua makanan tradisional yang sudah cukup dikenal masyarakat Bandung," cerita Lilis, Selasa (25/10/2022).
Rujak cireng kini telah dikenal luas ke berbagai wilayah di Indonesia. Banyak pemburu kuliner mencari penganan ini. Cireng LS juga terus mengembangkan berbagai varian lainnya.
Seperti, cireng krispi, cireng potong, bakso cireng, cheesreng, dan cireng hot lava. Cireng frozen ini dijual dalam bentuk berbagai kemasan dengan harga antara Rp16.000 sampai Rp20.000 per bungkus.
Untuk memenuhi banyaknya permintaan, saat ini terdapat tiga kavling rumah yang menjadi tempat usaha Cireng LS di Kompleks GBI Blok H 10, RT4/RW13, Ciwastra, Bandung. Tiga rumah tersebut dibeli Lilis sejak usahanya terus menanjak.
"Tahun depan insya Allah mau bikin pabrik dengan kapasitas lebih besar supaya produksi bertambah. Cita-cita saya, cireng menjadi makanan berkelas internasional dan membuka banyak lapangan kerja bagi masyarakat, " imbuh Lilis.
Berdayakan Lingkungan Sekitar
Ketekunan dan kerja keras Lilis mengolah produk cireng membuahkan hasil. Nama produknya yang unik yaitu Rujak Cireng, telah membuat usahanya melejit. Bisnis cireng yang awalnya bermodalkan tak lebih dari Rp200.000, kini berkembang pesat dengan transaksi bulanan mencapai Rp200 jutaan per bulan.
Bisnis yang awalnya dikerjakan sendiri, dibantu anak dan suami, kini terus berkembang membuka banyak lapangan kerja. Awalnya hanya dibantu seorang karyawan, saat ini Lilis memiliki 15 orang pekerja. Mereka bertanggung jawab terhadap lini produksi, pemasaran, hingga promosi.
Dalam sehari, Cireng LS rata-rata memproduksi lebih dari 1.000 bungkus. Jumlah tersebut belum termasuk produk makanan lainnya yang saat ini banyak dikembangkan.
"Kalau pesanan lagi banyak, kami terkadang dibantu warga sekitar rumah. Walaupun sudah ada 15 karyawan yang bekerja setiap hari, terkadang masih keteteran. Saat pandemi tahun lalu, ternyata penjualan kami meningkat drastis. Pesanan banyak datang dari mana-mana," ujar Rakan Lawahiz, putra dari Lilis.
Menurut Rakan, selain mendapat gaji bulanan, 15 karyawannya juga mendapat berbagai bonus dan uang lembur. Bonus diberikan jika karyawan mampu mencapai target. Mereka juga mendapat tambahan penghasilan dari uang lembur jika jam kerja bertambah.
Selain membuka lapangan kerja, usaha yang dirintis Lilis memberi multiplier effect bagi sektor lainnya. Dalam satu hari, Cireng LS membutuhkan sekitar 2 kuintal tepung tapioka. Sedangkan untuk membuat sambal, dibutuhkan cabai sekitar 20 kg setiap harinya. Kebutuhan lainnya juga cukup banyak seperti gula, bumbu, dan kemasan.
Usahanya, juga telah melibatkan lebih dari 40 reseller dan buyer besar dari seluruh Indonesia. Cireng LS telah membantu para ibu rumah tangga mendapatkan penghasilan tambahan dengan menjadi reseller.
"Buyer dan reseller tidak hanya dari Jawa Barat, tetapi juga banyak dari daerah lainnya di Indonesia seperti Semarang, Jakarta, dan Surabaya. Tapi mayoritas dari Jawa Barat, " jelas Rakan, sarjana IT yang memilih mengembangkan bisnis keluarga.
Andalkan Penjualan Online
Di balik kisah suksesnya, Cireng LS ternyata hanya mengandalkan penjualan secara online. Walaupun mencatat omset hingga ratusan juta, Cireng LS tak memiliki satu pun gerai atau toko. Untuk penjualan langsung, Cireng LS memilih mempercayakan kepada reseller, buyer, dan website yang dikelola sendiri.
"Sejak 2014 sampai saat ini, kami hanya mengandalkan pemasaran secara online, baik lewat marketplace atau aplikasi pemesanan makanan seperti Gofood. Walaupun hanya mengandalkan jaringan online, alhamdulillah pesanan cukup tinggi," kata Rakan Lahawiz.
Gofood termasuk salah satu andalan Cireng LS menjual produknya secara online. Cireng LS telah bergabung menjadi mitra Gojek sekitar lima tahun lalu. Hingga kini, Cireng LS masih mempercayakan penjualan online untuk konsumen Bandung raya melalui Gofood di aplikasi Gojek. Merchant-nya saat ini memiliki rating 4.6 dengan predikat superpartner.
"Kami hanya menggunakan Gofood untuk pemesanan siap konsumsi. Dari dulu kami sudah percaya dan sama-sama enak, kami berkembang bersama-sama dari nol," jelas Rakan.
Lewat aplikasi ini, Cireng LS menjual varian produk siap santap. Namun, konsumen juga bisa mendapatkan pilihan varian frozen untuk disimpan. Rujak Cireng selama ini menjadi produk matang yang paling banyak dipesan konsumen melalui aplikasi Gofood.
Tak hanya fitur Gofood yang membantu penjualan online, Cireng LS juga dimudahkan oleh layanan Gosend untuk pengiriman instans dalam kota. Layanan Gosend menjadi andalan ekspedisi dari website yang dikelola Cireng LS. "Biasanya pemesanan paling banyak sore hari. Konsumen ada yang membeli dalam bentuk siap makan atau frozen," jelas dia.
Kebersamaan Cireng LS dengan Gojek, kata Rakan, tak hanya soal penjualan, tapi lebih dari itu. Rakan menyebut, faktor kepercayaan dan saling terbuka menjadi penentu Cireng LS lima tahun memilih bersama Gofood. "Akurasi transaksi ini sangat penting. Karena sekecil apa pun nilai uangnya akan sangat berarti bagi kami pelaku usaha," ujar dia.
Dia pun merasa bisnisnya terbantu oleh aplikasi Gofood. Aplikasi ini memiliki ulasan produk terlaris yang memberi rekomendasi kepada konsumen. Rekomendasi produk dan rating di Gofood diakuinya sangat membantu promosi rujak cireng.
Dengan coverage radius 7 kilometer (km), Cireng LS bisa semakin dikenal warga Bandung. "Gofood ini sangat membantu sekali. Konsumen yang dulu tidak tahu produk kami, jadi tahu dan mencoba. Penjualan pun meningkat," katanya.
Cireng LS juga konsen melakukan penjualan melalui marketplace. Tercatat ada empat marketplace yang juga menjadi penopang penjualan Cireng LS secara daring.
Dukung Bisnis UMKM
Kesuksesan Cireng LS menggarap penjualan melalui online tak lepas dari peran Gojek dalam membangun ekosistem layanan pesan antar kepada konsumen. Aplikasi Gojek yang hadir sejak 2015 lalu, telah membantu para pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) memasarkan produknya melalui layanan on-demand yang mereka miliki.
Head of Regional Corporate Affairs Gojek Central West Java & DIY Mulawarman mengatakan, Gojek berkomitmen selalu memberikan dukungan kepada pelaku UMKM melalui pengembangan fitur dan layanan (teknologi). Ekosistem teknologi yang dibangun Gojek selalu di-update, disesuaikan dengan kebutuhan saat ini.
"Gojek selalu terpacu untuk berinovasi melalui investasi pada teknologi (pengembangan fitur dan layanan) agar memudahkan masyarakat dan pelaku UMKM. Gojek juga berinvestasi pada sumber daya manusia yang merupakan aset penting dalam berkembangnya digital society melalui beragam pelatihan dan kolaborasi dengan berbagai pihak," kata Mulawarman.
Gojek, ujar Mulawarman, secara mandiri maupun bekerjasama dengan pemerintah dan instansi lain senantiasa memberikan pelatihan kepada UMKM. Dia menganggap, UMKM merupakan DNA Gojek.
Kehadiran mereka tidak hanya sebagai merchant yang melakukan penjualan online melalui platform Gojek, tetapi juga sebagai mitra untuk tumbuh bersama-sama. "Kami juga memberikan pelatihan yang mendukung untuk pengembangan bisnis para pelaku UMKM," ujarnya.
Selain pembinaan, pelaku UMKM mendapatkan kesempatan untuk berjejaring dan bertukar informasi serta tips melalui Komunitas Partner Gofood (Kompag). Jejaring yang telah berusia tiga tahun ini diharapkan semakin menguatkan pelaku usaha untuk terus maju dan membangun ekonomi bersama.
Sementara itu, Group Head of Merchant Marketing Gojek dan GoTo Financial Bayu Ramadhan mengatakan, Kompag diperlukan sebagai pendamping dan memberi edukasi secara berkelanjutan agar UMKM kuliner dapat terus tumbuh.
“Kami menganggap, pelaku UMKM kuliner perlu meningkatkan kapabilitas khususnya dalam memperluas pasar di ranah digital. Selain perlu dukungan dari sisi inovasi teknologi, mereka juga membutuhkan wadah komunitas yang memberikan akses ke edukasi dan pendampingan rutin," kata Bayu Ramadhan.
Gofood, ujar Bayu Ramadhan, berkomitmen membantu pelaku UMKM kuliner dari semua tingkatan bisnis agar naik kelas dan mampu bersaing. Hal ini penting mengingat Gofood memiliki lebih dari 1,4 juta mitra usaha, di mana 99 persen-nya merupakan UMKM kuliner. Saat ini, anggota Kompag sekitar 180.000 UMKM kuliner dari 75 kota di Indonesia.
Ekosistem Gojek juga telah menginspirasi banyak pihak sebagai andalan masa depan ekonomi masyarakat. Hal ini tampak pada pertumbuhan mitra Gofood dalam beberapa tahun terakhir. Data per Desember 2020, jumlah penambahan mitra usaha Gofood secara nasional meningkat 90 persen dari 500 menjadi sekitar 900.000 mitra. Saat ini, jumlah mitra Gofood telah mencapai sekitar 1 juta mitra.
Kenaikan tersebut didapat dari pendaftaran mitra Gofood home industry (karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja/PHK). Naiknya kepercayaan UMKM kepada Gojek juga didukung kemudahan akses pendaftaran dari tiga bulan, menjadi hanya satu bulan saja.
"Sejak pandemi melonggar, usaha UMKM semakin melesat. Itu terlihat dari banyaknya UMKM yang membuka cabang baru. Mereka juga mencatat kenaikan transaksi penjualan seperti sebelum pandemi melanda," ujar dia.
Data internal Gojek menunjukkan pendapatan rata-rata bulanan mitra usaha yang baru bergabung dengan Gofood pada kuartal II tahun 2020 meningkat 7 kali lipat. Riset yang sama juga menemukan bahwa mayoritas konsumen Gojek sangat loyal, di mana 86 persen pelanggan terus menggunakan layanan Gojek meskipun tanpa promo.
"Alhamdulillah saya sudah lebih dari tiga tahun bergabung jadi driver Goride. Selain melayani pengantaran penumpang, layanan pengantaran Gosend dan Gofood juga menambah penghasilan saya. Membantu ekonomi keluarga di masa sulit ini," kata Izal, driver Goride.
Izal mengaku, Goride telah menjadi penumpu ekonomi keluarganya saat ini dan masa depan. Izal yang dalam waktu dekat akan menikah, saat ini telah mulai merintis bisnis makanan untuk dijual di Gofood bersama calon istrinya.
"Nanti bisnis makanan akan dikelola calon istri saya. Jadi setelah menikah, harapannya ada pemasukan tambahan buat kami. Saya ngojek dan istri jualan di Gofood, " imbuh dia.
Membangun Ekonomi Bangsa
Kehadiran Gojek membangun ekosistem digital telah membawa dampak positif bagi ekonomi Indonesia. Gojek hadir menggairahkan transaksi perekonomian di Indonesia termasuk di Jawa Barat terutama di sektor kuliner dan pariwisata. Bergairahnya dua sektor ini juga mendorong naiknya pendapatan dan perputaran uang di daerah.
Riset Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI) pada 2021 lalu, memperkirakan kontribusi ekonomi ekosistem digital Gojek dan GoTo Financial (di luar Tokopedia) menjadi 1,6 persen dari pendapatan domestik bruto (PDB) Indonesia atau sekitar Rp249 triliun. Kontribusi ekonomi ini meningkat 60 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Saat ini, sudah ada 1 juta mitra (merchant) usaha kuliner yang memanfaatkan Gofood, 99% di antaranya berskala UMKM. Menariknya, ada sekitar 250.000 mitra usaha baru yang bergabung menjadi mitra Gofood pada 2020 dan 43 persen dari mereka adalah pengusaha pemula.
Riset di 2019 juga mengungkap kontribusi Gojek sebesar Rp2,9 triliun terhadap ekonomi Kota Bandung. Jika diukur menggunakan metode perhitungan pendapatan domestik regional bruto (PDRB), nilai produksi ekosistem digital Gojek selama 2019 mencapai Rp6,1 triliun atau setara dengan 1,9 persen PDRB Kota Bandung.
Riset ini menunjukkan peran ekosistem digital dalam membantu UMKM bertahan di saat pandemi. Pandemi telah menguji ketahanan dan kemampuan beradaptasi para pelaku usaha di masa krisis. UMKM harus menyesuikan cara pemasaran dengan melakukan perubahan usaha dari yang sebelumnya tradisional menjadi digital.
Menariknya, sepertiga mitra usaha Gofood adalah wirausahawan pemula yang langsung go digital. Dari transisi tersebut, pelaku usaha mencatat peningkatan pendapatan sekitar 66 persen. Mereka memanfaat layanan on-demand Gojek, diantaranya 44 persen-nya secara rutin menggunakan Gosend untuk mengirim barang.
“UMKM juga percaya bahwa Gofood mendorong pengembangan bisnis mereka. Multiplier effect lainnya adalah meningkatnya literacy digital masyarakat dalam menggunakan mode transportasi digital dan cashless society," imbuh Mulawarman.
Digitalisasi Dorong Ekonomi
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Barat Cucu Sutara menyatakan, berbagai penyedia jasa penjual online seperti Gofood terbukti telah memberi ruang bagi UMKM mengembangkan usahanya. Dengan modal sedikit, mereka bisa langsung memasarkan berbagai macam produk kuliner secara online dengan coverage lebih luas.
"Kontribusi digitalisasi telah nyata dirasakan manfaatnya bagi perkembangan bisnis pelaku usaha, terutama UMKM. Omset mereka naik, market terus berkembang dan menjangkau pasar lebih luas, juga mendorong efisiensi," kata Cucu Sutara.
Menurut dia, UMKM yang memanfaatkan berbagai channel digital ternyata lebih cepat maju dan berkembang. Ini terjadi karena pelaku usaha kecil yang biasanya hanya jualan di satu lokasi, namun dengan berjualan secara online dapat menjangkau pasar yang lebih luas. Bertambahnya pangsa pasar, secara otomatis perputaran uang pelaku usaha meningkat.
Digitalisasi adalah sebuah keniscayaan pada kondisi saat ini. Apalagi, tantangan pelaku UMKM ke depan akan semakin berat. Kondisi geopolitik global dan masuknya produk luar negeri, mesti disikapi oleh pelaku usaha dengan meningkatkan pangsa pasar.
"Salah satu solusinya ya digitalisasi, misalnya memanfaatkan layanan dari penyedia jasa jualan online. Peran mereka sangat penting dan strategis bagi ekonomi saat ini, " ujarnya.
Kadin Jabar, kata dia, juga terus mendorong para pelaku usaha UMKM agar menggunakan layanan digital. Dorongan itu dilakukan dengan menggelar pelatihan. Kadin memiliki inkubasi bisnis bernama Kadin Akademi yang memiliki peran meningkatkan kemampuan para pelaku usaha.
Editor : Agus Warsudi
apresiasi umkm kuliner bantuan umkm belanja online umkm Bisnis umkm ekosistem UMKM Digitalisasi UMKM Lapak UMKM pedagang umkm pelaku umkm kota bandung
Artikel Terkait