SUMEDANG, iNews.id - Tradisi panah Kasumedangan mungkin masih terdengar asing di telinga masyarakat. Panahan didefinisikan sebagai olahraga yang menggunakan panah.
Panahan sudah ada pada masa Kerajaan Sumedang Larang dan Yanuarman. Salah satu daerah Sumedang yang masih terjaga kelestariannya, yakni di Kampung Cimanglid, Desa Pasir Biru, Kecamatan Rancakalong.
Cimanglid merupakan desa penghasil bambu, bahan baku utama busur dan anak panah. Memainkan Panah Kasumedangan ini banyak yang perlu diperhatikan, beberapa di antaranya sebagai berikut:
Pemain
Umumnya dilakukan secara individu oleh pria dewasa. Kostum yang dikenakan dalam kompetisi, yakni serba hitam dengan ikat kepala berbagai bentuk. Jumlah pemain tergantung pada kemampuan juri untuk menghitung poin yang dicetak oleh para pemain. Para pemain bergiliran membidik satu sasaran (patung Dasamuka).
Tempat bermain
Hanya diperuntukkan untuk patung Dasamuka, jadi sebenarnya tidak menempati area yang luas. Namun, seperti yang banyak diminati, tempat panahan umumnya diadakan di tanah lapang atau lapangan.
Peralatan permainan
Menggunakan busur dan anak panah yang terbuat bambu betung. Bambu jenis ini dianggap berkualitas karena batangnya kuat, tebal, dan keras.
Pemilihan bambu tidak boleh dilakukan sembarangan, harus tumbuh ke arah timur, mendapat lebih banyak sinar matahari daripada arah lain.
Kemudian, potong bambu menjadi beberapa bagian untuk membuat busur dan anak panah. Panjang bambu panah disesuaikan dengan panjang tangan pengguna.
Bambu tersebut dikeringkan dengan cara dihancurkan atau dipanaskan di atas bara api dan dibentuk tipis-tipis. Bambu tersebut kemudian diparut halus, diwarnai dan terakhir dipasang pelat besi tempa datar yang tajam.
Sementara itu, tiga bulu ayam atau angsa (satu di atas dan dua di samping) dipasang di alasnya sehingga bisa melesat lurus saat digunakan.
Untuk membuat busur, membutuhkan dua bilah bambu yang dibelah di tengah agar tidak mudah patah. Tali yang terbuat dari benang impor Korea diikatkan ke ujung bambu, diyakini sangat kuat dan tidak dapat dipatahkan.
Sehingga anak panah dapat ditembakkan dengan aman. Selain busur dan anak panah, permainan ini juga dilengkapi dengan pisang sebagai target dalam menentukan nomor urut peserta dan patung Dasamuka sebagai target utama evaluasi.
Aturan permainan
Sangat sederhana, peserta harus menembak sasaran dalam bentuk patung Dasamuka. Kontestan yang dapat mencetak poin terbanyak dengan membidik bagian tubuh tertentu dari Dasamuka dinyatakan sebagai pemenang.
Sembilan poin untuk kepala, tujuh poin untuk dada, lima poin untuk perut dan satu poin untuk bagian tubuh lainnya. Selain poin, sistem serangan atau spin juga digunakan dalam panahan.
Dalam satu serangan, pemanah dapat menembakkan hingga 15 anak panah (tergantung kontrak).
Jalannya permainan
Dimulai dengan menentukan nomor urut pemain yang pertama kali menembak. Untuk menentukan peserta yang mendapatkan nomor urut undian nantinya akan ditempelkan pada setiap anak panah.
Kemudian arahkan panah bernomor ke sasaran yang berbentuk seperti batang pohon pisang. Juri memutuskan siapa yang berhak melakukan ronde panahan berdasarkan ketepatan sasaran batang pohon pisang.
Saat penentuan nomor urut, peserta mulai menari dan bernyanyi mengikuti alunan musik angklung jengklung. Usai tarian, acara dilanjutkan dengan penyerahan pusaka berupa anak panah Kabuyutan dari Kerajaan Sumedang Larang kepada para sesepuh yang biasa disebut Pupuhu.
Selanjutnya, Pupuhu mengomentari maksud, tujuan dan pentingnya kegiatan panahan. Usai sambutan pembukaan, acara inti dimulai dengan peresmian patung Dasamuka yang berdiri sekitar 50 meter dari perimeter.
Kontestan kemudian mulai menembakkan sejumlah anak panah yang telah ditentukan, satu per satu. Sampai semua peserta mendapat giliran memanah dan seterusnya. Pemenangnya, merupakan peserta yang mengumpulkan poin terbanyak.
Itu tadi keseruan tradisi panah kasumedangan yang dapat diketahui. Semoga artikel ini dapat menambah ilmu pengetahuan tentang budaya Indonesia.
Editor : Kurnia Illahi
Artikel Terkait