BANDUNG, iNews.id - Gejolak harga beras yang terjadi saat ini, membuat Pemerintah Pusat memutuskan untuk melakukan impor beras. Namun, bagi Provinsi Jawa Barat (Jabar), beras impor tersebut tidak perlu apabila persediaan beras cukup hingga tiga bulan ke depan.
Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan menjelaskan, berdasarkan keterangan Bulog, persediaan beras mencukupi untuk tiga bulan ke depan. "Kata Bulog masih cukup (persediaan beras) tiga bulan ke depan. Berarti untuk konteks Jawa Barat tidak perlu impor. Bukan konteks Indonesia," ujar Aher, sapaan akrabnya, usai meluncurkan program Bansos Rastra di Gedung Sate Bandung, Senin (22/1/2018).
"Kalau di Jawa Barat masih cukup jadi jangan mampir ke Jawa Barat beras impornya. Tapi kalau sudah tidak cukup lagi di lapangan jelas-jelas ada kekurangan ya mau tidak mau beras impor penyelesaian gejolak pangan," lanjut Aher.
Dia pun berharap, ke depan tidak ada penimbunan beras. Kalau ada indikasi penimbunan, Aher meminta masyarakat mau melaporkan ke polisi. Dia bahkan menganggap penimbunan beras merupakan kejahatan besar. Karenanya, masyarakat diminta kooperatif untuk melaporkan setiap tindak penimbunan beras di Jabar.
Terkait gejolak harga, menurut Aher, Bulog perlu menambah persediaan ke pasar. Salah satunya, dengan melakukan operasi pasar. Saat ini, Bulog Jabar pun telah melakukan operasi pasar untuk mengatasi gejolak harga ini hingga mencapai 23 ton beras. "Perlu (operasi pasar). Dan Bulog sudah melakukan operasi pasar 23.000 ton kan," kata Aher.
Menurut Kepala Divisi Regional III Perum Bulog Jawa Barat, M Sugit Tedjo Mulyono, operasi pasar awalnya akan dilakukan hingga 31 Januari 2018. Tapi, di undur sampai Maret karena baru akan panen raya. Hingga saat ini, beras yang sudah dikeluarkan untuk operasi pasar mencapai 25.000 ton.
"Bahkan, kami drop ke semua masyarakat kalau ada yang berkumpul. Seperti di Cirebon itu kita jual beras Rp9.300 harga langsung landai," katanya.
Sementara itu, menurut Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Barat, Hendy Jatnika, dari luas areal 926.917 hektare yang panen di Januari 2018 mencapai 90.000 hektare diperkirakan akan menghasilkan gabah kering giling (GKG) sebanyak 532.000 ton atau setara dengan beras 333.000 ton.
Pada Februari, kata dia, jumlah lahan yang panen meningkat menjadi 162.000 hektare yang diperkirakan menghasilkan 938.000 ton GKG atau setara dengan beras 600.000 ton. Pada Maret, panen diperkirakan sebanyak 279.000 hektare dengan capaian sebanyak 1,632 juta ton GKG atau setara dengan beras 1,024 juta ton.
Hendy mengatakan puncak panen akan terjadi pada Juli 2018 dengan jumlah yang sama seperti Maret. Setelah itu akan terjadi pergantian tanaman palawija karena memasuki musim kemarau. Produksi padi, diperkirakan masih akan mencapai kurang lebih 7,85 juta ton. Rata-rata Jawa Barat mengkonsumsi kurang lebih 100 kg perkapita per tahun diatas angka yang ditetapkan oleh Badan Ketahanan Pangan hanya 89,7 kg. "Konsumsi Jawa Barat bisa lebih 3 juta ton beras per tahunnya,” katanya.|
Menurut Hendi, pada Januari ini harga beras di pasar mengalami peningkatan. Tetapi khusus di Jabar, angka produksi sampai Januari masih mencukupi untuk dikomsumsi sendiri. Sehingga Jabar tidak akan kekurangan beras. “Kalaupun ada gejolak harga mungkin itu di tata niaga dan distribusi yang ditangani oleh dinas terkait," katanya.
Tetapi, kata dia, untuk di tingkat produksi aman apalagi bulan Februari-Maret menjelang panen raya. Sehingga, terjadi peningkatan luas panen dibandingkan dengan Januari.
Editor : Himas Puspito Putra
Artikel Terkait