JAKARTA, iNews.id – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menggelar Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama (NU) 2019, 27 Februari sampai 1 Maret 2019. Acara diadakan di Pondok Pesantren (Ponpes) Miftahul Huda Al-Azhar, Citangkolo Kujangsari, Langensari, Kota Banjar, Jawa Barat (Jabar).
Acara ini akan membahas berbagai hal penting terkait keagamaan dan kebangsaan, yang selama ini populer disebut dengan istilah Bahtsul Masail. Meliputi Bahtsul Masail Waqiiyyah (Aktual), Maudluiyyah (Tematik) dan Qonuniyyah (Perundang-Undangan). Di mana hal itu yang menjadi domain Munas Alim Ulama. Sementara Konbes NU akan membahas berbagai hal strategis terkait internal NU agar kualitas layanan semakin meningkat.
Ketua Pengurus Harian Tanfidziyah PBNU Robikin Emhas mengatakan, Munas Alim Ulama dan Konbes NU merupakan amanat konstitusi NU. Pertemuan ini menjadi forum tertinggi di NU setelah Muktamar. Di mana dalam satu periode kepengurusan (selama 5 tahun) harus diselenggarakan minimal 2 kali.
"Tema dalam acara ini yakni memperkuat Ukhuwah Wathaniyah untuk kedaulatan rakyat," ujar Robikin, yang sekaligus menjadi SC Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2019, Selasa (26/2/2019).
Pemilihan tema memperkuat Ukhuwah Wathaniyah ini dilandasi situasi menjelang pelaksanaan Pilpres dan Pileg 2019. NU perlu mengingatkan, sebagai manifestasi kedaulatan rakyat, hasil pemilu harus mampu menjunjung, menegakkan dan mewujudkan kedaulatan rakyat dalam seluruh sendi kebijakan penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Mandat sejati dari kekuasaan yakni kemaslahatan rakyat, kesejahteraan sebesar-besarnya bagi rakyat Indonesia.
“Karena itu, pilpres, pileg dan pilkada tidak boleh berhenti sebagai ajang suksesi kekuasaan, tetapi momentum penyegaraan kembali komitmen penegakan kedaulatan rakyat di tengah situasi zaman yang berubah dan bergerak cepat,” katanya.
Dia menegaskan, NU didirikan dengan dua mandat besar, yaitu peran dan tanggung jawab keagamaan (mas’ūliyah dīniyah) dan peran dan tanggung jawab kebangsaan (mas’ūliyah wathaniyah). NU bukan hanya terpanggil untuk mengurus masalah ubudiyah, fikrah dīniyah, atau harakah Islâmiyah, tetapi juga masalah-masalah kebangsaan.
Dalam kapasitas yang dimungkinkan, NU selalu berupaya membantu program-program Pemerintah yang mendukung kesejahteraan rakyat. NU juga memastikan NKRI merupakan kesepakatan final yang tidak boleh dirongrong siapa saja.
“Karena itu, siapa saja yang mengancam NKRI, berniat menggerogoti dan merobohkan NKRI, akan berhadapan dengan NU,” ucapnya.
Sebagai pelaksanaan dari mandat keagamaan dan kebangsaan, Munas Alim Ulam dan Konbes NU 2019 akan membahas sejumlah masalah penting yang diklasifikasi dalam Masâil Wâqi’iyah (mencakup bahaya sampah plastik, niaga perkapalan, bisnis money game, dan sel punca); Masâil Maudlûiyah (masalah kewarganegaraan dan hukum negara, konsep Islam Nusantara, dan politisasi agama), dan Masûil Dîniyah Qanûniyah (RUU Anti-Monopoli dan Persaingan Usaha dan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual).
Di bagian rekomendasi, NU sedang mengkaji agar Pemerintah mempertimbangkan kembali pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) untuk mengatasi defisit pasokan energi dalam jangka panjang.
Editor : Donald Karouw
Artikel Terkait