BANDUNG, iNews.id - Kenapa di Jawa Barat tidak ada candi? Pertanyaan itu tidak sepenuhnya benar, sebab di Jawa Barat juga ditemukan sisa-sisa bangunan candi bercorak Hindu dan Buddha.
Namun memang sejumlah candi yang ditemukan di Jawa Barat, tidak seperti di Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur. Candi-candi yang ditemukan di Jawa Barat sebagian besar tidak utuh lagi layaknya tempat pemujaan. Bahkan umumnya sudah hancur.
Pertanyaan berikutnya, mengapa candi yang ditemukan di Jawa Barat tidak terurus, terbengkalai, bahkan hancur? Tidak seperti di Jateng, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur yang masih utuh sampai saat ini.
Padahal dalam sejarahnya, di Tatar Sunda pernah berdiri sebuah kerajaan besar bercorak Hindu-Buddha, yaitu, Galuh Pakuan dan Pajajaran yang berjaya sekitar abad ke-8 hingga ke-16 Masehi.
Candi Cangkuang di Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, merupakan candi hasil rekonstruksi para ahli arkeologi. Saat ditemukan pada 1966, kondisi Candi Cangkuang hancur. Yang tersisa dan ditemukan saat itu hanya patung Siwa.
Sedangkan Candi Ronggeng dan Ranceug Weusi di Ciamis, hanya temuan berupa lempengan batu lingga yoni. Sampai sekarang kedua candi itu masih dalam proses rekonstruksi yang dikerjakan para ahli arkeologi.
Begitu juga Candi Bojongmenje di Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, hanya berupa lempengan batu-batu. Menurut para arkeolog, batu-batu itu bagian dari bekas bangunan candi yang pernah berdiri di sana.
Dihimpun dari berbagai sumber, berikut penyebab di Tanah Sunda tidak terdapat bangunan candi Hindu dan Budha:
Sistem Kepercayaan Sendiri
Terdapat dua alasan logis mengapa masyarakat Sunda kuno tidak mengenal bangunan candi sebagai tempat pemujaan. Walaupun masyarakat Sunda zaman dulu selama berabad-abad, berada dalam kekuasaan kerajaan bercorak Hindu dan Budha.
Pertama, faktor sosial dan ekonomi masyarakat Sunda kala itu sebagai peladang atau huma. Karakteristik masyarakat peladang yang sering berpindah-pindah tempat menjadikan masyarakat Sunda kala itu tidak sempat untuk membangun, memelihara, dan melakukan kegiatan ritual di candi.
Kalaupun mereka sempat membuat candi sebagai tempat untuk pemujaan, tentu akan telantar dan tak terawat lalu hancur dengan sendirinya. Sebab masyarakat Sunda kala itu senang berpindah-pindah demi membuka hunian dan ladang baru.
Kedua, faktor yang menyebabkan masyarakat Sunda kuno tidak memiliki candi sebagai tempat pemujaan, yaitu karena keagamaan atau sistem kepercayaan. Masyarakat Sunda kuno tidak mengenal agama Hindu dan Buddha secara utuh dan menyeluruh.
Mereka hanya mengenal hakikat atau konsep tertinggi keagamaan berupa satu zat yang tak terindra. Masyarakat Sunda menyebutnya sebagai Sang Hyang Jati Niskawa atau Jati Raga atau Jati Nistemenen.
Artinya, Sang Hyang Jati Tunggal atau Tuhan Yang Maha Esa. Ada pun dewa-dewa dalam kepercayaan Hindu dan Buddha, hanya dianggap sebagai Hyang yang kedudukannya berada di bawah zat tertinggi dan tidak terindra tersebut.
Sistem kepercayaan ini disebut Sunda Wiwitan. Bahkan, Sunda Wiwitan masih dipeluk dan ritualanya dipraktikkan oleh masyarakat Sunda sampai saat ini. Yang paling dikenal adalah pengamal Sunda Wiwitan di Cigugur, Kabupaten Kuningan.
Fondasi kepercayaan Sunda Wiwitan adalah keyakinan terhadap Sang Hyang Jati Tunggal atau Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan ada tetapi tidak terindrara. Karena itu, masyarakat Sunda penganut kepercayaan Sunda Wiwitan tidak mengenal bangunan-bangunan pemujaan simbolik seperti candi, patung, dan lain-lain.
Trias Politika Sunda
Versi lain menjelaskan mengapa di Jawa Barat tidak banyak ditemukan candi, adalah, karena kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Pasundan tidak terpusat dalam satu kekuasaan dinasti, seperti halnya kerajaan di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Kerajaan di tanah Sunda terpusat pada perkampungan adat. Dalam masyarakat Sunda kuno, dikenal kesatuan dari tiga kampung. Yaitu, Kampung Buhun atau adat, Kampung Nagara atau kerajaan, dan Kampung Luar atau masyarakat umum.
Kampung adat adalah permukiman tertua, dihuni oleh orang-orang yang pertama kali membuat dan membuka perkampungan. Setelah penduduk kampung adat banyak, maka dibuka lagi kampung nagara sebagai penghubung antara masyarakat dengan tokoh kampung adat yang disegani dan dihormati.
Setelahnya, dibuat kembali kampung ketiga, yaitu kampung terluar sebagai penjaga keamanan untuk dua kampung terdahulu. Keberadaan tiga kampung tersebut dalam paham masyarakat Sunda kuno merupakan paham kekuasaan trias politika Sunda. Kekuasan terbagi menjadi tiga, yaitu, pemilik, pelaksana, dan penjaga.
Pemilik kekuasaan adalah tokoh-tokoh kampung adat. Pelaksana kekuasaan adalah pemimpin di kampung nagara. Sedangkan penjaga kekuasaan adalah pemimpin di kampung terluar.
Pada masa kerajaan Sunda, pemilik kekuasaan adalah raja Sunda. Sedangkan pelaksana kekuasan adalah putra-putra atau keluarga raja yang memerintah wilayah-wilayah kekuasaan.
Sementara kekuasaan untuk memelihara kekuasaan raja ada di tangan masyarakat penjaga wilayah kerajaan. Biasanya, wilayah penjaga kekuasaan adalah pesisir dan perbukitan.
Namun yang menarik adalah, sebelum di Tatar Sunda terdapat kerajaan bercorak Hindu-Budha, seperti Kerajaan Galuh Pakuan dan Pajajaran, orang Sunda sudah memiliki kampung suci tersendiri yang disebut kabuyutan.
Kabuyutan adalah satu tempat khusus yang tidak dikunjungi oleh sembarang orang. Sebab, kabuyutan dianggap keramat dan terisolasi dari hunian manusia. Dalam masa sekarang, kabuyutan itu sebagai tempat peziarahan yang di dalamnya terdapat juru kunci atau kuncen sebagai pemegang kekuasaan wilayah tersebut.
Dalam kabuyutan itu terdapat makam pendiri kampung atau panda. Sedangkan saat Islam masuk ke tanah Sunda, di dalam kabuyutan terdapat makam tokoh agama penyebar Islam kala itu.
Tak banyak candi yang ditemukan di Jawa Barat. Seperti diuraikan di atas, candi-candi yang ditemukan di Jawa Barat sudah dalam keadaan tidak utuh, rusak, bahkan hancur. Yang tersisa hanya material yang berserakan.
Berikut nama-nama candi yang ditemukan di Jawa Barat :
1. Candi Bojong Menje
Candi Bojong menje atau yang lebih dikenal di masyarakat sebagai Situs Rancaekek. Candi ini diduga peninggalan masyarakat Sunda masa pra-Islam di Jawa Barat. Candi tersebut terletak di kawasan industri, Dusun Bojongmenje, Kalurahan Cangkuang, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Situs tersebut ditemukan pada Agustus 2002 oleh seorang warga Dusun Bojongmenje, Desa Cangkuang. Warga tersebut menggali tanah dan menemukan sebuah rongga yang di sekelilingnya terdapat sebuah tumpukan batu.
Penemuan itu lantas dilaporkan ke apparat desa hingga diteliti para arkeolog. Setelah melakukan penelitian, susunan batu itu sebagai bagian dari sebuah candi.
2. Candi Cangkuang
Candi Cangkuang adalah sebuah Candi Hindu di Kampung Pulo, Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut. Letak candi ini bersebelahan dengan makam bersejarah, Embah Dalem Arief Muhammad, pemuka agama Islam yang dipercaya oleh warga setempat sebagai leluhur penduduk Kampung Pulo, Desa Cangkuang.
Candi Cangkuang pertama kali ditemukan pada 1966 oleh tim peneliti Harsoyo dan Uka Tjandrasasmita berdasarkan dari laporan Vorderman dalam buku “Notulen Bataviaasch Genotschap” terbitan 1893.
Dalam buku itu, Vorderman memberi informasi mengenai sebuah arca yang rusak dan makam di bukit Kampung Pulo, Cangkuang, Leles. Makam dan arca Siwa yang dimaksud dalam buku itu memang diketemukan oleh tim peneliti Harsoyo dan Uka Tjandrasasmita. Sedangkan candi yang dimaksud sudah tidak ada. Karena itu, arkeologi merekonstruksi candi sehingga tampak seperti saat ini.
3. Candi Jiwa
Candi Jiwa berada di kompleks Situs Batujaya. Candi Jiwa memiliki struktur yang menunjukkan bentuk bunga padma atau teratai. Di bagian tengah candi terdapat sebuah denah yang dibuat dengan struktur melingkar seperti bekas stupa atau lapik patung Buddha.
Di Candi Jiwa tidak ditemukan tangga, sehingga wujudnya mirip dengan stupa atau arca Buddha di atas bunga teratai tersebut. Seperti sebuah teratai yang sedang berbunga mekar dan terapung di atas air. Bentuk candi ini unik dan belum pernah ditemukan di candi yang ada di Indonesia.
4. Kompleks Candi Batujaya
Kompleks Candi Batujaya adalah sisa-sisa peninggalan penganut Budha di Jawa Barat yang terletak di dua kecamatan, yaitu, Batujaya dan Pakisjaya, Kabupaten Karawang. Sekumpulan candi tersebar di beberapa titik di kompleks ini.
Situs kompleks percandian Batujaya pertama kali diteliti oleh tim arkeologi Fakultas Sastra Universitas Indonesia (UI), saat Fakultas Ilmu Budaya UI pada 1984. Mereka meneliti berdasarkan laporan tentang penemuan benda-benda kuno oleh warga setempat di sekitar gundukan tanah di tengah-tengah sawah.
5. Candi Cibuaya
Situs Candi Cibuaya merupakan komplek bangunan candi di Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang. Berdasarkan penemuan arca Wisnu dan lingga, para ahli berpendapat situs ini merupakan percandian Hindu pada masa lampau.
Arca Wisnu ditemukan oleh para ahli di Desa Cibuaya pada sekitar 1951 (Wisnu 1) dan 1957 (Wisnu 2), serta 1977 (Wisnu 3). Ini merupakan awal dari ditemukannya Situs Candi Cibuaya oleh para arkeolog.
8. Candi Blandongan
Candi Blandongan berada di dalam Situs kompleks percandian Batujaya. Candi ini terletak di Desa Segaran, Kecamatan Batujaya, Kabupaten Karawang. Pemugaran dilakukan Candi Blandongan 1999-2000 dan 2010.
Di dalam Candi Blandongan ditemukan sebuah amulet dan materai (votive tablet). Amulet adalah salah satu atribut ada dalam agama Buddha. Amulet biasanya oleh umat Buddha digunakan sebagai aktivitas ziarah.
9. Candi Tanggulun
Situs Batu Candi Tanggulun diperkirakan peninggalan penganut Hindu karena terdapat batu lumpang atau yoni. Candi Tanggulun berada di Kampung Talun, Desa Tanggulun, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung.
Batuan ini berbentuk seperti bujur sangkar dengan ketinggian mencapai 50 cm dan lebar mencapai 40 cm. Pada bagian pinggir-pinggirnya batu candi terdapat sebuah sogatan yang teratur.
Sekarang candi tersebut berada di sebuah kompleks pemakaman umum. Masyarakat ada yang beranggapan bahwa batu ini merupakan bagian dari kaki sebuah candi.
10. Candi Serut
Situs Candi Serut merupakan peninggalan umat Buddha di Jawa Barat pada masa lampau. Candi ini terletak di Kampung Gunteng, Desa Telagajaya, Kecamatan Pakisjaya, Karawang. Candi Serut diduga peninggalan masyarat penganut agama Buddha di Jawa Barat.
11. Candi Tridharma
Candi Tridharma yang terletak di Kampung Gunung Putri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur merupakan tempat ibadah bagi umat Buddha pada masa lampau. Saat ditemukan, candi ini rusak.
12. Candi Batu Kalde
Candi Batu Kalde juga disebut Candi Pananjung, terletak di Desa Pananjung, Kabupaten Pangandaran. Di sekitar candi ditemukan balok-balok batu, baik yang masih terkubur di dalam tanah maupun berserakan di permukaan tanah.
Candi ini diduga peninggalan umat Hindu di Jawa Barat pada zaman lampau. Dalam sebuah catatan yang dituliskan pendeta Bujangga Manik dalan perjalanan pada abad ke-15 Masehi, sepulang dari Jawa Tengah dan Timur, disebutkan bahwa pendeta itu singgah di suatu desa bernama Pananjung.
Desa tersebut terletak di sebuah tanjung yang menjorok ke laut selatan. Tak menutup kemungkinan Bujangga Manik, sang pendeta agama Hindu tersebut, pernah berkunjung ke Candi Batu Kalde atau Candi Pananjung.
Editor : Agus Warsudi
kabupaten bandung Candi di Jawa Barat Agama Hindu hindu kerajaan hindu buddha patung buddha Umat buddha
Artikel Terkait