JAKARTA, iNews.id - Kekayaan Wali Kota Cirebon, Effendi Edo, menjadi sorotan publik setelah ramai tentang kebijakan menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 1.000 persen. Kebijakan ini memicu protes warga.
Di tengah polemik tersebut, publik juga menyoroti harta kekayaan sang wali kota yang tercatat dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Harta Kekayaan Wali Kota Cirebon Effendi Edo
Effendi Edo melaporkan LHKPN pada 21 Agustus 2024. Total kekayaannya mencapai Rp 8.463.275.511 setelah dikurangi utang sebesar Rp 700.000.000. Berikut rincian asetnya:
- Tanah dan bangunan senilai Rp.6.300.000.000
- Alat transportasi dan mesin senilai Rp.307.000.000
- Harta bergerak lainnya senilai Rp.35.000.000
- Kas dan setara kas senilai Rp2.251.275.511
- Sub Total kekayaannya Rp.9.163.275.511
- Utang Rp.700.000.000
- Total kekayaan bersih Rp. 8.463.275.511
Kenaikan Pajak dan Reaksi Warga
Kebijakan kenaikan PBB hingga 1.000 persen berdasarkan Perda Nomor 1 Tahun 2024 memicu gelombang protes dari warga Cirebon. Banyak yang merasa terbebani, terutama karena ekonomi belum sepenuhnya pulih pascapandemi. Beberapa warga bahkan mengaku harus berutang ke bank untuk membayar pajak.
Bantah PBB Naik 1.000 Persen
Wali Kota Cirebon, Effendi Edo, membantah kenaikan PBB yang mencapai 1.000 persen. Menurutnya, informasi tersebut tidak sepenuhnya benar.
“Artinya 1.000 persen itu tidak benar. Kalau kenaikan ada, tapi tidak sampai 1.000 persen,” ujar Edo di Balai Kota, Kamis (14/8/2025).
Edo menjelaskan, kenaikan PBB tersebut sebenarnya telah ditetapkan sejak satu tahun lalu, sebelum dirinya menjabat sebagai wali kota.
Sejak memimpin lima bulan lalu, Edo mengaku sudah membahas persoalan ini secara internal selama sebulan terakhir untuk mencari solusi.
“Mudah-mudahan minggu ini kita sudah tahu formulasi yang sesuai dengan keinginan masyarakat. Artinya ada perubahan, Insyaallah,” ucapnya.
Menurut Edo, formula kenaikan PBB berasal dari delapan opsi yang diberikan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), lalu dipadukan oleh Pemkot Cirebon sehingga tarifnya bervariasi.
Landasan hukumnya, kata dia Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024, yang disahkan saat Kota Cirebon masih dipimpin Penjabat (Pj) Wali Kota.
“Soal warga yang punya bukti PBB 2023 kemudian naik drastis di tahun berikutnya, monggo, itu semuanya dari Depdagri,” katanya.
Meski demikian, Edo tidak menutup kemungkinan melakukan revisi perda jika hasil kajian dan evaluasi menyatakan perlu perubahan. “Saya terbuka sekali melakukan audiensi dengan masyarakat yang merasa terdampak,” katanya.
Editor : Kurnia Illahi
Artikel Terkait