BANDUNG BARAT, iNews.id - Angka kasus gangguan fungsi kelenjar tiroid yang dialami sejak lahir (kongenital) di Indonesia tinggi. Berdasarkan data Kemenkes, kasus hipotiroid kongenital yang muncul di sejumlah daerah rata-rata 1 kasus dari 2.000 kelahiran bayi.
Untuk menanggulangi kasus itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meluncurkan program Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) sebagai upaya deteksi dini sehingga penderita dapat ditangani lebih awal.
"Program SHK ini sebagai langkah dini untuk menangani kasus kongenital agar bayi yang sudah terdeteksi menderita penyakit ini bisa diobati," kata Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono saat memantau Puskwsmas Batujajar, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Rabu (31/8/2022).
Dante Saksono Harbuwono menyatakan, dengan Skrining Hipotiroid Kongenital diharap bisa mengetahui lebih awal penyakit ini. Sebab, jika dibiarkan, gangguan kelenjar teroid dapat memengaruhi tumbuh kembang dan kecerdasan anak.
Bahkan, jika terlambat dalam penanganan sejak dini, anak ini berpotensi mengalami stunting dan kecerdasannya terganggu. Jangka panjangnya, hal itu bisa berdampak kepada kualitas generasi penerus bangsa.
"Kalau sudah terdeteksi sejak awal, kita bisa mengambil langkah dan pengobatan lebih dini, sehingga pertumbuhan anak dan kecerdasannya bisa lebih baik," ujar Dante Saksono Harbuwono.
Program SHK, tutur Wamenkes, dilaksanakan dengan cara pengambilan sampel darah dari tumit bayi usia antara 24-72 jam. Skrining ini gratis dicover oleh BPJS Kesehatan, pengirimannya dilakukan oleh Dinas Kesehatan, dan pemeriksaan sampelnya di laboratorium Kemenkes.
"Jadi dengan adanya program ini masyarakat diimbau mau mengikuti agar darah dari tumit bayi mau diambil. Sehingga anak-anak sehat di masa mendatang," tutur Wamenkes.
Editor : Agus Warsudi
menteri kesehatan Wamenkes Hipertiroid Kanker tiroid kelenjar tiroid Penyakit Hipertiroid kemenkes
Artikel Terkait