BANDUNG, iNews.id - Kemajuan teknologi yang dikenal dengan artificial intelligence (AI) menjadikan banyak pekerjaan manusia digantikan oleh teknologi. Boleh jadi, ke depan, banyak jabatan aparatur sipil negara (ASN) yang akan dilebur karena pekerjaannya digantikan mesin.
Hal itu mengemuka dalam Diskusi Publik "Strategi Akselerasi Peyelenggaraan Pengembangan Kompetensi Berbasis Merit dalam Mewujudkan ASN Berkelas Dunia" yang diselenggarakan di Hotel Savoy Homan Jalan Asia Afrika, Kota Bandung.
Deputi Bidang Kajian dan Inovasi Lembaga Administrasi Negara (LAN), Agus Sudrajat mengatakan, kemajuan teknologi saat ini merupakan sebuah hukum alam. Dampaknya tidak hanya dirasakan bidang administrasi negara seperti ASN, tapi juga bidang lainnya.
"Ya, pada akhirnya begitu. Jadi seperti hukum alam," ungkap Agus, Rabu (1/12/2021).
Untuk mengantisipasi gempuran teknologi tersebut, lanjut Agus, setiap ASN harus memiliki kompetensi. Sehingga, ASN dituntut unggul dan smart.
"AI ini kita sebut sebagai akselerasi transformasi ASN, supaya kita cepat lari kencang karena di belakang kita teknologi digital cukup pesat. Nah, sebagai ASN harus terus beradaptasi dengan teknologi," ujarnya.
Strategi lain dalam menghadapi gempuran teknologi, kata Agus, yakni dengan menghilangkan ego sektoral. Alasan ini memang klasik, tapi menurutnya harus mendapat perhatian bersama lewat kolabrasi dengan semua pihak.
"Kita adalah merah putih. Jadi kolaborasi itu adalah pintu atau kunci para ASN bisa menyelesaikan permasalahan yang ada, termasuk gempuran teknologi dan AI," ujarnya.
Soal pekerjaan ASN akan tergantikan dengan mesin atau robot, Agus membantahnya. Menurut dia, tidak semua pekerjaan bisa digantikan dengan mesin atau robot. Artinya, ada kompetensi manusia yang tidak bisa digantikan oleh teknologi.
"Bukan dalam arti dengan AI ini ASN tidak kepakai lagi, tapi dengan bantuan teknologi pekerjaan akan lebih cepat. Misalnya, awalnya satu pekerjaan dikerjakan oleh lima orang, nah dengan teknologi pekerjaan itu bisa hanya dilakukan satu orang," kata Agus.
Agus menambahkan, untuk mengantisipasi gempuran teknologi, para ASN harus meningkatkan kompetensinya. Saat ini, setiap lembaga dan kementerian harus memiliki standar kompetensi teknis. Selain itu, pihaknya sudah menyiapkan program dan kebijakan untuk meningkatkan kompetensi ASN, misalnya dengan ASN unggul, Smart ASN, dan lainnya.
Hal senada diungkapkan Kepala Puslatbang PKASN, Hari Nugraha. Dia mengatakan, soal AI tidak serta merta akan menggantikan ASN dengan mesin.
"Soal AI, saya melihatnya lebih diterjemahkan dalam proses percepatan pengembangan kompetensi atau SDM. Hal ini pun tidak secara spesifik langsung berdampk ke pekerjaan ASN," ujar Hari.
"Jadi, AI itu bagaimana mengemas sebuah proses yang sifatnya digital. Jadi ASN tinggal masuk ke aplikasi. Mengembangkan. Jadi dengan aplikasi tersebut pola kerja ASN berubah, mereka tetap bisa bekerja dimanapun," ujar dia.
Disinggung soal merit sistem, Hari menjelaskan, sistem ini untuk menyelenggarakan pengembangan komptensi ASN yang terukur.
"Merit sistem itu kita berasumsi mengisi jabatan lebih objektif. Itu yg pertama. Kan perlu kepastian ASN itu unggul dari kopetensi yang dia punyai dan kinerja. Dua hal itu yang kita ukur," katanya.
Hari menekankan, kompetensi harus ada ukurannya. Saat ini, belum ada standar itu, sehingga penilaian untuk pengisian jabatan ASN jadi tidak clear. Akhirnya, kata Hari, ASN yang mengisi jabatan tertentu terkadang kurang pas dengan kompetensi yang dimilikinya.
Menurutnya, jika suatu daerah sudah memiliki merit sistem, maka tidak usah ada seleksi jabatan. Sebab, kompetensi pegawainya sudah ada ukurannya. Mereka mempunyai formulasi, jadi tinggal memasukan ke jabatan yang dibutuhkan.
"Sekarang pemerintah tidak memiliki merit sistem, jadi lelang jabatan dan perlu asesment di luar. Kalau sudah merit sudah tersistem dan terstruktur, tapi di kita merit sistem ini masih kurang. Makanya, Kemenpan RB mendesak ke kementerian dan lembaga untuk memiliki standar kompetensi teknis," tuturnya.
Sebenarnya, kata Hari, standar kompetensi jabatan sudah ada dari Kemenpan RB, tapi sifatnya masih umum. Standar kompetensi teknis ada di pembina fungsiaonal yakni kementerian dan lembaga terkait.
"Dari 84 kementerian dan lembaga yang sudah memiliki standar kompetensi teknis itu baru 9 instansi," katanya.
Editor : Asep Supiandi
Artikel Terkait