BANDUNG, iNews.id - Aktivis Institut Teknologi Bandung (ITB), Reno Caesar menyatakan demokrasi di Indonesia ibarat sebuah bangunan yang hampir roboh karena terkikis. Bahkan bangunan yang akan roboh itu didesain untuk dapat memotong beban strukturnya, sehingga jika roboh tidak semua bagian bangunan itu roboh.
"Indonesia ini seperti bangunan yang mau roboh kenapa mau roboh pondasi kita terkikis dan colaps dalam artian demokrasi kita sudah terkikis sekali," ucap Reno dalam event Debat Jubir Muda Capres-Cawapres Vol. 3 di Jalan Pelajar Pejuang 45 Nomor 21, Kecamatan Lengkong, Kota Bandung, Selasa (19/12/2023) malam.
"Saya rasa itu terjadi pada Indonesia sekarang, bagi saya satu busuk semua busuk, satu roboh semua roboh. Karena mohon maaf kredibilitas lembaga negara semua dipertanyakan," ungkapnya.
Dia mengatakan Ketua hakim MK juga melanggar, ketua Bawaslu melanggar kode etik, tapi masyarakat sipilnya juga tidak kuat, rakyat yang seharusnya jadi subjek ternyata tidak jadi subjek yang benar.
Dia menyebutkan bahwa saat ini ada sebanyak 62,9 persen rakyat Indonesia masih ketakutan dalam berpendapat.
"Kita itu satu periode itu 43.800 jam, kita itu jadi subjek 5 menit waktu nyoblos. Itu menyasar pada otokrasi elektoral pada demokrasi kita tentang bagaimana wajahnya demokrasi, tapi belakangnya main semua," katanya.
Menanggapi hal ini, Juru Bicara Muda TPN Ganjar-Mahfud, Virdian Aurellio mengatakan, Indonesia saat ini masih bisa melakukan bentuk perjuangan, baik di infrastruktur politik maupun di suprastruktur politik.
"Saya cukup menaruh hormat kepada temen-temen dan pemuda yang di luar sana yang memilih untuk masuk ke politik dengan niat bisa memberikan influence baik pada ekosistem pribadi maupun berdampak kepada eksternal. Makanya kalau dibilang hari ini saya datang kesini untuk gimmick, elektoral atau segala macam tentu tidak, ada perjuangan yang lebih mulia untuk diperjuangkan," jelasnya.
Dalam mengidentifikasi masalah dan memberikan solusi, kata Virdian, pasangan Ganjar-Mahfud mampu melakukan hal itu. Ia mencontohkan, permasalahan partai politik adalah bagaimana buruknya sistem kaderisasi karena tidak ada pendanaan parpol dari negara.
"Beda sama di Jerman, Swiss, Finland, itu ada pendanaan partai politik sehingga partai itu kewajibannya akuntabel, kaderisasinya, pendanaannya. Negara harus memberikan pendanaan kepada partai politik yang mana syaratnya harus sering memberikan laporan harus memberikan kaderisasi yang bertanggung jawab pendidikan politik," terangnya.
Sehingga nantinya, lanjut Virdian, partai politik sebagai instrumen yang ada dalam demokrasi, memajukan DPR, memajukan kepala daerah dan presiden itu memang dibentuk untuk menjadi satu sistem yang berintegritas. "Itu akan menjadi solusi salah satunya," ujarnya.
Editor : Ahmad Antoni
Artikel Terkait